[VIDEO] YOUTH OF SAMAGGI VIRIYA 1st Anniversary
December 26, 2016SEKILAS PERAYAAN ULANG TAHUN KAMI YANG PERTAMA 25 DESEMBER 2016
DANA KATHINA
October 24, 2016
*Dana Kathina*
Oleh YM. Bhante Sri Pannavaro.
Oleh YM. Bhante Sri Pannavaro.
Kathina adalah dana kepada Sangha. Kathina bukan dana
kepada pribadi bhikkhu. Tetapi dana yang harus dipersembahkan dengan
pikiran dana kepada Sangha. Dhamma mengajarkan: "Tanah yang padat,
lautan yang luas, gunung Mahemeru yang sangat tinggi karena waktu yang
berjalan terus, karena ketidakkekalan, itupun bisa habis. Lautan bisa
kering, gunung bisa hancur, tanah yang padat bisa berhamburan. Tetapi
kebaikan yang kamu lakukan kepada Sangha, seratus ribu kalpa tidak akan
musnah".
Kalau berdana kepada Sangha sekarang ini dan Anda mempunyai
Akusalakamma yang menunda, kamma baik itu tidak mungkin akan menjadi
Ahosi. Kamma baik itu tidak mungkin lenyap, menjadi kadaluarsa. Meskipun
nanti seribu kalpa, dana Anda kepada Sangha itu akan berbuah.
Satu kalpa bumi ini terbentuk.....berlangsung.... dan hancur kembali....demikian samapai 100.000 kali.
Seratus ribu kalpa kebaikan yang dilakukan kepada Sangha
tidak akan musnah. Apa sebab? Anda berdana kepada Sangha tidak mengenal
favoritisme. Karena dana yang Anda tujukan kepada Sangha ini Anda
tujukan kepada semua bhikkhu yang hadir ataupun yang tidak ikut hadir,
yang sekarang ataupun yang akan datang.
Demikianlah hakekat yang bisa kita petik dari setiap masa
Kathina. Kita tidak ragu-ragu berdana, apa pun hendaknya kita rela
memberi. Apalagi kalau kita mengerti hidup ini adalah anatta, tidak ada
aku, tidak ada yang menjadi milikku, dan tidak aku yang bisa
memiliki....semuanya adalah proses, pada saat kematian kita akan
meninggalkan semuanya. Apa perlunya kita menyimpan terlalu banyak, kita
hanya hidup secukupnya kemudian berikan semuanya untuk anak, keluarga,
masyarakat dan yang lainnya. Kami para bhikkhupun sudah membuat
perjanjian: "Besok kalau saya mati cukillah mata saya ini dan pakailah,
kepada siapa yang membutuhkannya".
Apakah Anda mau mengikuti jejak kami? Membuat pernyataan,
'kalau mati ambillah mata saya ini, berikan kepada mereka yang
membutuhkannya'. Saya lebih rela mendanakan mata saya daripada mata
orang lain. Kami siap mendanakan darah kami. Bahkan ada orang yang
menyatakan atau membuat wasiat: "Kalau saya mati, jangan kuburkan saya,
jangan bakar saya, saya mendanakan jasmani saya ini. Aapa pun yang bisa
diambil, ambillah! Ginjal mau diambil...ambillah! Mata mau
diambil....ambillah!"
Betapa bahagianya orang yang berdana. Marilah kita bertekad
meskipun tidak mampu, aku rela memberikan apapun kepada siapapun yang
membutuhkannya". Sang Buddha mengatakan: "Apakah yang bisa diperoleh
dari dana? Nama harum, wajah cantik, usia panjang, kekayaan, pangkat,
kekuasaan, pengaruh, raja besar, menjadi dewa, kehidupan di Alam
Brahma,, mencapai Arahat, Pacceka Buddha, Samma Sambuddha semuanya itu
adalah manfaat dari Dana Punna, kekuatan baik, kekuatan bajik dari
dana">
Jadilah orang yang bisa di contoh oleh masyarakat dalam
berdana. Jangan remehkan perbuatan baik. Meskipun kecil, kebaikan adalah
kebaikan. Jangan remehkan kebaikan. Seperti air yang menetes di
tempayan, setetes demi setetes, akhirnya akan menjadi penuh.
Selamat berdana, memasuki masa Kathina dengan penuh
kebahagiaan. Semoga mencapai kebebasan akan dana yang dilakukan dengan
keyakinan kepada Tiratana. Dengan kekuatan kebaikan kita, semoga kita
mencapai kebahagiaan.
Kematian menurut Dhamma
April 17, 2016
1)
Aniccā vata saṅkhārā
Uppāda-vaya-dhammino
Uppajjitvā nirujjhanti
Tesaṁ vūpasamo sukho
Uppāda-vaya-dhammino
Uppajjitvā nirujjhanti
Tesaṁ vūpasamo sukho
2)
Sabbe sattā maranti ca
Mariṁsu ca marissare
Tathevāhaṁ marissāmi
Natthi me ettha saṁsayo.
Mariṁsu ca marissare
Tathevāhaṁ marissāmi
Natthi me ettha saṁsayo.
2 bait kata-kata
suci ini adalah isi dari Pamsukula Gatha dalam bagian Paritta Avamangalla.
Seperti yang kita tahu, saudaraku dalam Dhamma, kita membacakan paritta ini
untuk memperingati kematian ntah saudara atau kerabat kita.
Beberapa minggu ini,
ntah mengapa, banyak sekali terdengar berita orang-orang yang meninggal
semenjak dari acara Pattidana di vihara hingga kemarin. Kemarin, hari Minggu 17
April 2016, saya menyempatkan ke Vihara untuk memimpin pembacaan permohonan
sila kepada Samanera sebelum membacakan paritta Avamangalla atas meninggalnya
papa dari seorang umat dan memperingati 100 tahun meninggalnya seorang bapak.
Sungguh suatu kesempatan baik bagi saya dapat mendengarkan sedikit wejangan
dari Samanera. Dalam kesempatan ini, saya akan mengulang sedikit apa yang
dibabarkan oleh Samanera. Semua hal ini sebenarnya telah dibabarkan oleh Guru
Agung Kita yaitu Sang Buddha sendiri.
Kematian. Kata ini
sering diartikan sebagai hal negative. Ketika mendengar kata ini, timbul
berbagai perasaan yang tidak enak, sedih, khawatir, kehilangan, dll. Ketika
melihat orang yang meninggal kita bersedih dan bahkan menangis. Ya, menangis
meratapi kepergian orang yang kita sayang. Dalam kenyataan, kehilangan orang
yang dekat dengan kita merupakan hal yang tidak mengenakkan. Namun, sebagai
umat Buddhis yang mempelajari Dhamma, kita hendaknya melihat kematian dalam
artian yang berbeda. Kematian itu hal yang pasti, tiada yang bisa terhindar
dari kematian. Sedangkan kelahiran itu hal yang tidak pasti, karena setelah
lahir sebagai manusia, disanalah penderitaan kita dimulai.
Dalam Pamsukula
Gatha, kita bisa membaca bahwa segala bentukan tiada kekal adanya, bersifat
timbul dan tenggelam; setelah timbul akan lenyap. Padamnya bentukan-bentukan
adalah kebahagiaan. Ini adalah hokum yang tidak bisa kita tolak lagi. Ketika
timbul pasti akan lenyap, begitu juga dengan ketika kita dilahirkan pasti ada
yang namanya kematian. Namun, apakah berarti setiap kita dihampiri kematian
orang yang kita sayangi, kita harus bersedih??? Kematian tidaklah harus
dihadapi dengan kesedihan karena kematian itu tidak terjadi sekali saja.
Bait kedua dari
Pamsukula Gatha dapat diartikan bahwa semua makhluk mengalami kematian. Mereka
telah mengalami kematian, dan akan mengalami kematian lagi. Demikian pula, saya
pasti mengalami kematian. Tiada keraguan bagiku tentang hal ini. Dalam agama
Buddha, kita tahu ada 31 alam kehidupan. Dalam hidup ini, sebelum kita mencapai
Nibanna, maka kita akan berputar pada roda kehidupan dalam 31 alam itu. Dengan
kata lain, mungkin sudah puluhan bahkan ribuan kali kita mengalami lahir mati
itu. Maka, benar, untuk apa kita bersedih, kematian itu hal yang wajar, tidak
bisa kita tolak. Namun, jangan disalahkan artikan, kematian itu bukan akhir
dari segalanya. Kematian itu awal dari sebuah kehidupan baru. Kematian itu
sejenak membebaskan kita dari roda penderitaan dalam hidup kita. Maka dari itu,
Samanera menjelaskan bahwa sebenarnya
kelahiran itu tidaklah harus dirayakan dengan semeriah mungkin karena ketika
kita lahir maka disitulah kita berhadapan dengan penderitaan kita.
Segala sesuatu
adalah tidak kekal adanya. Di saat kita mati, kita tidak akan membawa apa-apa.
Maka dari itu, dalam hidup hendaknya kita tidak melekat pada suatu hal karena
itu hal yang percuma dan akan menambah penderitaan kita. Penderitaan karena
perputaran roda kehidupan hanya akan berakhir ketika kita menemukan apa yang
kita sebut sebagai Nibanna. Tidak ada orang yang tahu bagaimana Nibanna itu dan
memang Nibanna tidak perlu digambarkan secara bermacam-macam. Yang perlu kita
lakukan, melatih hidup kita dengan selalu berbuat baik, berdana, melakukan apa
yang tertulis dalam Sila, maka suatu saat kita akan mencapai Nibanna itu
sendiri. Kalaupun belum saatnya mencapai Nibanna, paling tidak dengan berbuat
kebajikan kita bisa memperoleh kebahagiaan itu sendiri.
Dalam salah satu
Paritta lain, dijelaskan bahwa tua, sakit, dan mati itu hal yang wajar. Hidup
itu kita berasal dari karma yang telah kita pupuk. Kita mewarisi karma kita
sendiri, lahir di kehidupan selanjutnya juga dari karma kita sendiri. Jadi
tidak ada namanya kita sakit atau mendekati kematian terus menyalahkan orang
lain karena apa yang kita lakukan itulah yang akan kita tuai. Untuk menutup
sharing saya ini, saya akan menuliskan setitik pencerahan dari Dhammapada Bab
XVIII Mala Vagga (Noda-Noda):
235. Sekarang anda seperti daun kering yang kuning dan
layu; angina yang lembut pun dapat merobohkan anda. Ajalmu sudah dekat, anda
berada di pintu kematian, tetapi anda tidak membawa bekal apa pun.
236. Buatlah pulau pelindung bagi dirimu sendiri,
bergegaslah dengan sungguh-sungguh untuk menekuni Dhamma dan mencapai
kebijaksanaan, bebas dari noda dan nafsu keingingan, mencapai tempat kediaman
para orang suci.
237. Pada saat akhir kehidupan telah mendekat, sebentar
lagi menghadap raja kematian (Yama), tiada tempat untuk beristirahat dalam
perjalanan, anda tampaknya tidak memiliki bekal apa pun.
238. Buatlah pulau pelindung bagi dirimu sendiri,
bergegaslah dengan sungguh-sungguh untuk menekuni Dhamma dan mencapai
kebijaksanaan, bebas dari noda dan nafsu keingingan, anda tidak akan kembali
terjerumus dalam lingkaran kehidupan dan kematian lagi.
Lahir adalah awal
dari penderitaan. Kematian adalah hal yang pasti. Namun diantara kelahiran dan
kematian, kita harus menjalani kehidupan kita. Penderitaan muncul karena kita
dilahirkan, tapi bukan berarti kita tidak bisa berbahagia. Selagi kita hidup,
kita bisa melakukan hal-hal yang baik, salah satunya mempelajari Dhamma. Ketika
kita sadar dalam mempelajari Dhamma itu sendiri, maka disanalah kita bisa
menemukan kebenaran dan kebijaksanaan. Ketika kita hidup, dengan melakukan
berbagai kebajikan, penderitaan kita bisa semakin berkurang. Saya pun pada saat
saya masih kelas 3 SD harus kehilangan papa saya, dan ketika Desember 2012
kemarin mama saya pun pergi. Sedih, ya awalnya saya juga sedih dan galau.
Namun, ketika saya kembali menemukan kebenaran dalam Dhamma ketika saya aktif
kembali di vihara, saya memutuskan untuk sebisa mungkin melupakan kesedihan itu
dan memperbanyak kebajikan saya. Saya pun juga sering belajar Dhamma itu
sendiri dan memang benar disanalah saya mulai menemukan kebenaran. Dari sini,
saya menemukan ketenangan hati, bahagia yang bukan hanya sementara tapi bahagia
dalam batin.
Sebagai umat Buddhis
yang baik, ketika kita menemukan orang yang kita sayang meninggal, jangan
terlalu meratapi segalanya dengan kesedihan. Kita bisa menambah kebajikan
dengan mengundang Bhikkhu untuk membacakan Paritta Avamangalla, dan melakukan
dana sebagai pelimpahan jasa bagi sanak saudara yang telah meninggalkan kita.
Selain itu, dalam kehidupan kita sehar-hari, kita bisa menambah
kebajikan-kebajikan kita. Dan satu hal yang pasti, hadapi kematian dengan
kesiapan hati tanpa rasa takut karena kematian bukan akhir dari segalanya.
Dengan setitik pencerahan ini, semoga semua orang yang mengalami kesedihan bisa
lebih kuat dan menerima segala sesuatu sesuai dengan yang ada dalam Dhamma.
Semoga makhluk-makhluk yang meninggal pun bisa terlahir kembali ke alam yang
lebih bahagia. Semoga semua makhluk hidup dengan bahagia. SADHU3X. (Jika ingin
lebih mendalami Dhamma lagi, jangan lupa hadir di acara Sebulan Pendalaman
Dhamma di Yayasan Samaggi Viriya mulai 22 April hingga 21 Mei 2016)
MAGHA PUJA 2559/2016
March 03, 2016
Pada
Saat zaman Buddha Gautama, terjadi pertemuan agung yang didukung oleh 4
faktor peristiwa yang istimewa dan menjadi dasar peringatan Magha Puja.
Empat peristiwa tersebut adalah:
1. Berkumpulnya 1250 orang bhikku tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
2. Mereka semua telah mencapai tingkat kesucian dan memiliki abhinna
3. Para Bhikkhu ditahbiskan dengan Sang BuDdha mengucapkan 'EHI BHIKKHU'
4. Sang Buddha membabarkan Ovadapattimokkha kepada para bhikkhu
Dari Empat peristiwa tersebutlah Hari raya Magha Puja bermula.
So, Youth of Samaggi Viriya mengucapkan Selamat Hari Raya Magha Puja 2559 / 2016.
Empat peristiwa tersebut adalah:
1. Berkumpulnya 1250 orang bhikku tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
2. Mereka semua telah mencapai tingkat kesucian dan memiliki abhinna
3. Para Bhikkhu ditahbiskan dengan Sang BuDdha mengucapkan 'EHI BHIKKHU'
4. Sang Buddha membabarkan Ovadapattimokkha kepada para bhikkhu
Dari Empat peristiwa tersebutlah Hari raya Magha Puja bermula.
So, Youth of Samaggi Viriya mengucapkan Selamat Hari Raya Magha Puja 2559 / 2016.
Refleksi Diri Sendiri
February 15, 2016
Kalau seseorang mau melihat dirinya
dengan jujur dan benar, maka akan diketahui bahwa dari diri sendirilah
semua masalah dan ketegangan itu timbul. Oleh diri sendirilah
penderitaan muncul dan oleh diri sendirilah penderitaan dapat
dihilangkan. Sang Buddha dalam kitab Dhammapada mengatakan bahwa ‘
Pikiran adalah pelopor, pikiran adalah pemimpin, bila seseorang berbuat
dengan pikiran bajik, maka kebahagiaan yang akan diperolehnya,
sebaliknya bila seseorang berbuat dengan pikiran yang buruk,
penderitaaanlah yang akan diperolehnya’. Sehingga hanya orang yang dapat
MENGENDALIKAN PIKIRANNYA- lah yang dapat mendapatkan kebahagiaan. Jaman
boleh saja berubah, fasilitas dan sarana boleh saja bertambah maju dan
modern, namun dari dahulu kala hingga saat ini semua permasalahan
manusia selalu berawal dari pikirannya sendiri. Pikiran yang tidak
pernah dilatih pasti selalu menimbulkan masalah. Oleh sebab itu kalau
seseorang menyadari dengan baik, dia tidak akan menyalahkan orang lain
atas segala kondisi yang ada, sehingga tidak akan pernah ada
ketegangan-ketegangan dan kebosanan dalam hidupnya. Mulai Belajar Jaga Pikiran Yuk !
4 Kebahagiaan Utama menurut Agama Buddha
February 01, 2016
Oleh: Indra Kurniawan
Minggu, 31 Januari 2016, Yayasan Samaggi Viriya kembali dihadiri oleh
Master Meditasi dari Myanmar yaitu Y.M. Sayadaw U Pandita. Para umat sangat
antusias mengikuti dari awal puja bakti hingga saat-saat Dhammadesana. Walaupun
sempat hujan pada pagi hari, para umat patut diacungi 2 jempol karena
antusiasme yang luar biasa. Dalam kesempatan ini, Y.M. Sayadaw terlihat sangat
tenang dalam membawakan Dhammadesana hari ini, namun dibalik ketenangan tersebut
beliau menyampaikan suatu materi yang begitu penting dan berbobot. Tema
Dhammadesana kali ini yaitu 4 Kebahagiaan menurut agama Buddha. Pada kesempatan
ini, perkenankanlah saya untuk merangkum apa yang telah disampaikan beliau tadi
pagi.
Saudaraku yang terkasih dalam Dhamma,
jika berbicara soal kebahagiaan, setiap orang pasti dengan begitu bangga
menyatakan bahwa tujuan hidupnya adalah bahagia. Setelah itu, mereka akan
dengan begitu semangatnya menggambarkan kebahagiaan seperti apa yang mereka
idam-idamkan. Ada yang bilang bahwa kalau bisa berkumpul dengan keluarganya
dalam waktu yang lama adalah kebahagiaan tersendiri bagi dia. Ada juga yang
menggambarkan jika kebahagiaan itu jika bisa mendapatkan banyak uang. Ya, semua
gambaran itu boleh-boleh saja. Tapi, bahagia dalam ajaran Buddha tidak sesimple
itu. Bahagia atau disebut SUKHA dalam agama Buddha bisa dikelompokkan menjadi 4
macam kebahagiaan.
Bahagia
yang pertama disebut sebagai atthi-sukha. Atthi-sukha bisa diartikan seperti
ini, yaitu di saat kita mendapatkan sesuatu yang kita ingini, maka di saat
itulah kita merasa bahagia. Namun, harus digaris-bawahi bahwa untuk mendapatkan
apa yang kita mau itu diperlukan cara yang benar. Sebagai contoh, untuk dapat
melakukan puja dengan baik kepada Buddha, kita membutuhkan suatu sarana berupa
sebuah Vihara. Vihara yang bagus bukan hanya dilihat dari banyak atau tidaknya
umat yang datang. Kebersihan, kenyamanan, ketenangan yang dapat diberikan oleh
vihara sebagai tempat ternyaman untuk belajar Dhamma harus diperhatikan.
Contoh
yang lain, ketika kita ingin belajar Dhamma, maka agar kita bisa mendapatkan
ilmu yang berguna dan tepat, maka diperlukan guru yang tepat pula. Tepat
disini, dalam artian bahwa guru yang berpengalaman, guru yang berilmu dalam hal
ini memahami Dhamma dengan baik, dan kriteria-kriteria yang lain. Ketika kita
mendapatkan guru yang tepat untuk membina ilmu, disitulah pengetahuan benar
menyertai hidup kita. Y.M. Sayadaw menekankan bahwa disaat kita bisa
mendapatkan apa yang kita inginkan, maka disanalah kebahagiaan akan muncul.
Begitu pula sebaliknya, jika kita tidak mendapatkan apa yang kita kehendaki,
maka disanalah timbul penderitaan. Penderitaan itu bisa dilihat ketika kita
merasa sedih atau kecewa. Seperti yang telah saya sebutkan barusan, bahwa
kebahagiaan yang diinginkan tiap orang berbeda-beda satu sama lain. Namun,
sebagian besar orang berpikiran bahwa ketika mereka mendapatkan kekayaan maka
itulah saat mereka merasa bahagia. Ajaran Buddha tidak berhenti seperti itu
saja. Ketika kita mendapatkan sesuatu terutama kekayaan dengan cara yang salah,
tidak akan ada yang namanya bahagia. Mendapatkan sesuatu yang kita ingini
dengan cara yang tepat atau benar dan kita merasa bahagia itulah athhi-sukha.
Kebahagiaan
yang kedua disebut bogha-sukha. Bogha-sukha berhubungan dengan kebijaksanaan.
Kebijaksanaan dalam hal apa? Ketika kita mendapatkan suatu kekayaan atau asset
dan kita tidak bisa mengelolanya dengan baik, maka berapapun uang yang kita
miliki pasti akan habis. Percaya atau tidak percaya, banyak kasus yang bisa
dijadikan fakta. Lalu, apakah kita tidak boleh menggunakan uang atau kekayaan
kita sama sekali agar kita bahagia? Tidak begitu juga.
Kebahagiaan
dalam bogha-sukha dapat kita rasakan ketika kita bisa secara bijak menggunakan
kekayaan kita untuk perbuatan jasa. Jasa yang paling mudah kita lakukan yaitu
berdana. Berdana adalah suatu karma baik yang sangat bermanfaat bagi kita.
Ketika kita berdana, kita akan merasakan kebahagiaan. Begitu pula dengan orang
yang menerima dana dari kita. Dalam Dhammapada Yamaka Vagga (1 : 16), dengan
jelas dituliskan bahwa ‘Dalam kehidupan ini ia berbahagia, dalam kehidupan yang
akan datang ia juga berbahagia, dalam kedua alam kebahagiaan si pembuat jasa
kebaikan berbahagia. Ia bergembira dan berbahagia menyaksikan buah dari
perbuatannya yang baik.’
Bahagia yang ketiga, yaitu
anana–sukha. Kebahagiaan akan bisa kita rasakan ketika kita terbebas dari
hutang. Ya, hutang dalam jumlah yang banyak bisa menjadi mimpi buruk bagi kita
jika kita pada akhirnya tidak mampu melunasi semua hutang tersebut. Ketika hal itu
benar-benar terjadi, maka dipastikan bahwa penderitaan akan selalu mendatangi
kita. Ketika kita mau tidur, kita teringat akan hutang kita. Berangkat ke
kantor, teringat lagi akan hutang. Ketemu teman, pertanyaan yang diajukan,
‘Bagaimana, apakah kamu sudah ada uang untuk melunasi hutangmu?’ Ohh, betapa
tak nyamannya hidup anda jika anda dihantui dengan persoalan hutang.
Lalu, apakah dengan kata lain sebagai
umat Buddha, kita tidak diperbolehkan untuk memulai bisnis? Oh, sangat boleh
saudaraku, tiada larangan akan hal tersebut. Ketika kita ingin memulai suatu
usaha, dan ternyata modal yang kita butuhkan besar, tiada larangan untuk
melakukan pinjaman. Namun, ketika kita meminjam uang kepada teman atau kerabat
kita, hendaknya, secepatnya pula kita bisa mengembalikannya. Ketika kita telah
mengembalikan uang yang kita pinjam, pikiran menjadi lebih tenang dan disitulah
kebahagiaan akan muncul. Hiduplah tanpa keserakahan, bayarlah hutang secepatnya
maka kebahagiaan akan datang pada anda.
Bahagia yang terakhir yaitu anavajja-sukha. Anavajja-sukha merupakan
kebahagiaan yang tertinggi yang bisa kita dapatkan ketika kita bisa melatih
diri kita dalam Bhavana (meditasi). Melatih Bhavana berarti melatih batin atau
pikiran kita untuk tenang. Tidak bosan-bosannya, saya mengulang apa yang
diajarkan Buddha, bahwa pikiran itu pelopor, pikiran mendahului semua kondisi
batin, segalanya diciptakan oleh pikiran. Dengan kata lain, apa yang anda
pikirkan secara terus-menerus dan anda yakini akan mencetak diri anda sesuai
dengan pikiran tersebut.
Pikiran itu SANGAT PENTING dan 88%
pikiran yang aktif dalam diri kita itu pikiran bawah sadar kita. Dalam diri
kita ada suatu hal yang mungkin kadang kala tidak kita perhatikan dengan
seksama yaitu batin kita. Batin yang tenang akan membuat kita hidup dengan
nyaman, dalam hal ini bisa kita sebut sebagai pure mind . Bagaimana caranya
buat hidup dengan senyaman mungkin?. Cara paling mudah yaitu dengan latihan
Bhavana atau meditasi.
Pikiran itu perlu anda latih, perlu anda kelola. Ketika anda tidak
mengelola pikiran serta batin anda, maka anda tak akan pernah mendapatkan
kondisi pure mind. Tanpa kita sadari, ketika kita memikirkan hal yang negative,
maka di saat itu pula energy kita akan turun. Kita akan menjadi lemas, letih,
tak bertenaga. Ketika kita rajin melatih diri kita dalam Bhavana, maka
lama-lama kita akan menuai hasilnya. Mungkin sebelum anda rajin bermeditasi,
anda adalah orang yang kasar, grusah-grusuh, atau sombong, tanpa anda sadari
lambat laun anda berubah lebih tenang, lebih sabar, dan lebih baik. Latihlah
terus meditasi itu dan anda akan mendapatkan apa yang disebut dengan
kebahagiaan tertinggi, anavajja-sukha.
Pikiran tenang mendatangkan
kenyamanan, memperkuat kebijaksanaan. Dan sekali lagi, pikiran negatif menguras
energi anda. Pikiran positif akan mengubah hidup anda, apa yang anda pikirkan
terus menerus, percaya atau tidak, akan menjadikan anda seperti yang anda
pikirkan. Sebagai penutup artikel ini, bahagia dapat memiliki makna yang
bermacam-macam sesuai dengan yang anda inginkan. Namun, dikala kita kesulitan
menemukan kebahagiaan sesuai dengan yang apa yang kita inginkan, ayo kita
bersama-sama memahami serta mengingat kebahagiaan yang telah Sang Buddha
babarkan kepada kita semua. Semoga anda semua dapat merasakan kebahagiaan
sejati. Bahagia dalam kehidupan sekarang, bahagia di kehidupan mendatang. Dan,
tak lupa bahagiakan pikiran anda dengan berlatih meditasi. SABHE SATTA BHAVANTU
SUKHITATTA. SADHU3X
Give Our Best
January 28, 2016
Di dunia ini, sulit mencari orang yang menginginkan sesuatu yang buruk.
Semua orang pasti menginginkan yang terbaik. Sesuatu itu, baik berupa
barang, pelayanan, penghormatan, dan nasihat serta segala macam
keperluan lainnya. Sayangnya, tidak jarang segala sesuatu yang terbaik
—yang diinginkan oleh setiap orang tersebut— tidak kunjung tiba.
Sebaliknya hal-hal yang buruk, bahkan yang paling buruk menurut anggapan
kita, yang kita terima.
Di samping kesulitan mencari yang terbaik —menurut anggapan kita
sendiri yang batasannya tidak sama— juga ada jenis kesulitan lainnya.
Sangat sulit mencari orang yang mampu memberikan sesuatu yang terbaik.
Demikianlah, mendapatkan yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada
orang lain merupakan dua hal yang sulit dicari.
Manusia yang memiliki sifat serakah (lobha) menyebabkan mereka tidak
akan pernah merasa cukup dan merasa puas dengan apa yang sudah ia
miliki. Semua orang hanya menginginkan yang terbaik dari orang lain,
tetapi tidak pernah mau memberikan yang terbaik kepada orang lain sesuai
dengan kebutuhan orang itu.
Apabila tindakan di atas kita lalaikan, maka sulit untuk mendapatkan
hal yang terbaik, yang kita inginkan. Kita selalu merasa kurang dan
tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang terbaik, yang kita miliki.
Bagaimana mungkin kita dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada
orang lain jika kita tidak tahu sesuatu yang baik,yang kita miliki. Kita
tidak bisa memberi kepada orang lain jika kita tetap merasa selalu
kekurangan.
Sebaliknya, jika kita memberikan yang terbaik untuk
orang lain, apakah sesuatu yang terbaik yang dapat kita berikan? Apakah
kita memiliki hal yang terbaik tersebut? Apakah kita tahu sesuatu yang
baik itu?
Jawabannya tergantung pada kita masing-masing. Karena ada orang yang
memiliki sesuatu yang terbaik tetapi dia sendiri tidak mengetahuinya dan
tidak mampu memberikannya. Hal ini disebabkan karena kemelekatan orang
itu sendiri.
Semua orang boleh saja berkata;
“Apa yang bisa saya berikan? Saya orang miskin, tidak punya apa-apa,
kaum papa, orang bodoh, dan selalu kalah. Tidak ada yang bisa saya
berikan”.
Ucapan yang demikian seharusnya tidak perlu muncul karena akan
mengembangkan rasa rendah diri, merasa pesimis. Ucapan seperti ini sama
sekali tidak pantas, tidak sesuai.
Kita boleh mengaku sebagai orang yang miskin, tidak punya, kaum papa,
orang bodoh, orang yang selalu kalah atau yang lainnya. Tetapi di balik
semuanya itu, sesungguhnya masih banyak yang bisa kita berikan sebagai
pemberian yang terbaik, asal kita melihat dan mengerti cara
memberikannya.
Kita tidak punya materi, tetapi kita masih memiliki yang lainnya.
Kita dapat memberikan pikiran yang baik, yang tidak diliputi keserakahan
dan kebencian. Kita bisa memberikan nasihat, petunjuk, saran-saran,
anjuran, dan yang sejenis. Inilah pemberian yang terbaik yang mampu kita
berikan.
Apakah perbuatan yang telah kita lakukan kepada orang lain tersebut
akan dibalas dengan kebaikan atau tidak? Ini merupakan masalah yang
sering menjadi dilema.
Janganlah mengharapkan balasan, pamrih atau
akibat yang akan diterima terlebih dahulu. Jika dibalas dengan
kebaikan, terimalah sebagaimana adanya. Jika dibalas dengan perhuatan
buruk, itupun kita terima dengan tangan terbuka, juga tidak menjadi
masalah. Semuanya tidak kita harapkan sebelumnya.
Bila kita memiliki sesuatu yang terbaik dan memberikan yang terbaik
kepada orang lain, mengapa harus menuntut balasan yang terbaik?
Perbuatan ini telah menunjukkan sifat manusia yang serakah, tidak ikhlas
dalam membantu orang lain karena mengharapkan balasan. Apakah kita
tidak mau disebut sebagai manusia serakah? Tentu saja, tidak!
Tanpa dimintapun, bila perbuatan baik pasti akan mendatangkan
kebahagiaan dan perbuatan buruk akan menghadirkan penderitaan. Ini sudah
merupakan hukum alam yang abadi, berlaku kapan saja, di mana saja, dan
kepada siapa saja; tanpa memandang segala macam perbedaan yang ada.
Dengan kenyataan tersebut, sudah seharusnya kita
memberikan sesuatu
yang terbaik kepada setiap orang yang sesungguhnya juga dibutuhkan oleh
semua orang. Kalau orang bisa melakukan, maka dia akan mengerti bahwa
ada sesuatu yang terbaik di dalam dirinya.
Sesuatu hal yang mustahil jika seseorang dapat memberikan sesuatu
yang terbaik kepada orang lain tanpa memiliki yang terbaik di dalam
dirinya. Dengan memberikan yang terbaik kepada orang lain, orang dapat
mengikis keserakahan yang ada di dalam dirinya sendiri.
Dengan
memberikan yang terbaik, kita akan merasa bahagia walaupun pemberian
tersebut bukan berupa materi. Kita akan memiliki sahabat yang banyak,
tidak ada perasaan cemas, takut, khawatir, dan prasangka buruk yang
lainnya. Kehidupan kita akan penuh dengan kedamaian, ketentraman,
kebahagiaan dan kesejahteraan.
Ini semua adalah akibat dari perbuatan baik yang kita praktikkan
dalam kehidupan ini. Apalagi jika telah menyadari kebenaran Hukum Kamma
yang telah ditunjukkan oleh Sang Buddha —Guru Agung junjungan kita—
sejak 2500 tahun yang silam, tentunya kita semua tidak ingin mendapatkan
hal-hal yang buruk di masa yang akan datang.
Kita semua mengharapkan segala sesuatunya lebih baik dari hari ini.
Jika kita ingin yang baik di masa yang akan datang, marilah kita menanam
perbuatan baik terlebih dahulu di masa sekarang. Jangan hanya berharap
tapi tanpa pernah menanam. Tidak ada buah yang akan dipetik tanpa bibit
yang ditanam.
Siapkan diri anda untuk menanam (memberikan) yang terbaik kepada
orang lain dan anda pasti akan menerima yang terbaik di masa yang akan
datang? Apakah anda sudah siap sekarang.
Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sucitto
artikelbuddhis.com
Kunjungan Guru Meditasi Myanmar SAYADAW U PANDITA
January 27, 2016Hai YSVers, kesempatan kali ini redaksi YSV akan membagikan informasi mengenai salah satu guru meditasi yang sudah menjalani kebhikkhuannya sejak 1984. Beliau adalah Sayadaw U Pandita, kunjungan beliau di Kota Malang, tepatnya di Padepoka Dhammadipa Arama Batu. Beliau mengajarkan meditasi dan memberikan dhamma singkat saat berada di sana.
Hal yang berjodoh kita dapat bertemu beliau, karena beliau menyediakan waktu untuk berkunjunga dan memberikan ceramah dhamma di Yayasan Samaggi Viriya. Beliau banyak menceritakan keadaan-keadaan yang kta alami saat bermeditasi dan bagaimana cara mengatasinya. Sungguh luar biasa pengetahuan dhammanya mengenai meditasi, sehingga sangat bermanfaat bagi kami yang mendengarkannya.
Untuk mengenal lebih jauh kami sedikit berikan cerita profil singkat beliau, yuk Disimak !
PROFIL SAYADAW U PANDITA
Kepala Dhamma Sukha Meditation Center adalah mahasiswa Paling Tua Mahasi Sayadaw dan Sayadaw U Pandita Bhivamsa off Mahasi Centre, Rangoon Myanmar (Burma).Sayadaw U Pandita lahir di Yankin kota, Yangon, Myanmar. Pada tahun 1979,Sayadaw ditahbiskan sebagai samanera dan menjadi menjadi dewasa bhikkhu penuh pada tahun 1984di bawah bimbingan Sayadaw U Pandita Bhivamsa. Sayadaw telah melakukan latihan meditasi yang luas dan memegang gelar BA dalam Buddhaliteratur.
Sayadaw, seorang guru meditasi Burma dengan baik dan sangat dihormati dan telah melakukan kelas meditasi di terkenal Panditarama Meditation Centre di Rangoon, Myanmar dan juga internasional di Amerika Serikat, Malaysia, Indonesia dan Australia.
Sayadaw adalah Kepala Resident biksu di Malaysia Buddha Meditation Centre(Penang) dan mendirikan program Novisiat tahun 2000. Sayadaw melakukan Program novisiat hingga tahun 2003 sebelum memulai Dhamma Sukha Meditation Centre di Melbourne, dan mendirikan Manohara Forest Meditation Centre, Plenty, Victoria, Australia
Sayadaw menggunakan bahasa bilingual mampu memberikan petunjuk meditasi dalam bahasa Inggris atau Burma (bsv.net.au)
---