Our Information and Articles.
Read, Enjoy and Share !

GURU KECIL

Karya : Selly Parkit

Kedatangannya dari jauh memang sudah terlihat, walau agak samar tapi Aku yakin itu dia. Wajahnya yang semu kemerahan, dengan rambut ikat kepang ke atas dan ransel merah muda di pundaknya membuat ia terlihat semakin kecil. Gerakannya yang jingkrak-jingkrak dan gemerincing bunyi kerincingan di kaki kecilnya, menandakan kalau ia memang masih hijau, masih belum tercemar polusi duniawi. Langkahnya tak beraturan, ringan namun terlihat mantap. Tak ada beban di pikirannya dan hatinya, dunia seperti surga bermain yang indah.

Semakin dekat semakin melebarlah tawanya, mulailah dipamerkannya gigi putihnya itu sambil mengayunkan lengan kecil beserta jemari-jemarinya yang lentik. Seketika bibirnya yang mungil menyuarakan kata yang tak asing kudengar, “Lao Shi... Lao Shi!!!” dari kejauhan suara kecil itu terdengar semerdu bunyi harpa, bahkan lebih merdu dari biasanya.

Berjingkrak-jingkraknya semakin menjadi, langkah-langkah kecil itu mulai cepat, daun-daun di sekeliling mulai berhamburan. Tap… tap... tap… tak terasa segumpal daging kecil itu sudah mendarat tepat di dekapanku. “Lao Shi, Good Moning” sahut si pemilik bibir merah delima. “Bilang, Zao An!” “Zao An…” tirunya sambil terkekeh-kekeh.


44 Seri Kumpulan Cerpen
Entah sampai kapan kekehan ini akan kudengar, sampai si kecil mulai mengertikah? Aku berharap tidak, Gadis harus menjadi orang yang tegar, orang yang kokoh, bahkah lebih kokoh dari gunung. Di umurnya yang masih 3 tahun masih belum banyak yang ia mengerti. Tapi Gadis mengerti cinta. Hanya karena cintalah Gadis mampu bertahan dalam kerasnya dunia. Dunia yang telah merenggut kedua orangtuanya dari kehidupannya. Tapi toh Gadis masih bisa tersenyum, masih bisa bermain dengan kakak pengasuh panti asuhan, masih bisa terkekeh-kekeh.

Beberapa hari ini di panti dia agak rewel semenjak dikasih tontonan Barnie, tapi kalau sudah sampai di sekolah ya begitu tuh, jingkrak-jingkrakan tak karu-karuan” sahut kakak pengasuh yang mengantarnya ke sekolah. Aku hanya bisa tersenyum lebar. Untungnya warisan peninggalan orangtua Gadis mampu membiayainya sekolah. Tapi walau bagaimana pun mampukah harta duniawi itu mengobati luka hati? Kurasa tidak. Apalagi karena harta pulalah Gadis harus menjadi yatim piatu, korban dari perampok yang tak mampu bertahan dari kerasnya kehidupan. Aku menghela nafas panjang, membanyangkannya saja sudah membuat sesak.

Gadis kecil itu berjalan mendahuluiku, lenggak-lenggok parasnya dari belakang sudah banyak menghiburku. Memperhatikannya membuatku tak mampu menahan tawa. Meledaklah tawaku di ruang kelas yang masih kosong. “Lao Shi kok ketawa?” tanyanya sedikit curiga. Melihat mimik wajahnya yang lucu membuatku berusaha keras menghentikan tawaku. Sambil menarik nafas dalam Aku berusaha menenangkan diri. “Gadis tahu, kalau hari ini adalah hari ulang tahun Gadis?”


Guru Kecil 45
Ulang tahun ya! Horree.. asik…!!!” serunya gembira sambil bertepuk tangan. “Hmm.. sebagai hadiahnya, Gadis boleh minta apa saja sama Lao Shi… Gadis boleh minta kue ulang tahun berbentuk Princess, atau boneka Barnie yang seperti yang di TV kemarin” tawarku mengodanya. Gadis terdiam sejenak sambil jemarinya tak henti melinting-linting rambut depannya yang masih tersisa. “Hmm… apa ya.. tapi Gadis tidak mau kue ulang tahun berbentuk Princess, atau boneka Barnie.”katanya dengan tampang serius. “Loh, kalau tidak mau kue dan bonekanya Gadis mo apa dong?” sahutku menawarkan kembali kepadanya. “Bener?” tanyanya lugu. “Iya….” Jawabku memastikannya. Mulutnya yang kecil itu

mulai mengucapkan kalimat-kalimat panjangnya. “Kata Barnie, anak-anak punya mama papa, Gadiskan masih anak-anak ya! Gadis mau mama papa bisa?” seketika hatiku terenyuh, kupeluk Gadis erat-erat, air mataku meleleh tak terasa. “Loh kok Lao Shi nangis, ih Lao Shi cengeng, yah ga ada ya mama papanya, kalau ga ada Gadis mau Lao Shi aja deh!” sahutnya enteng sambil terkekeh-kekeh. Mataku basah, kupeluk Gadis dua kali, bibirku mulai tersenyum menghiburnya, namun bukan Aku yang sesungguhnya menghibur Gadis, Gadislah yang sudah menghiburku. Guru kecil yang mengajarkanku kehidupan.



Guru yang mengajarkan kita kebahagiaan adalah penderitaan. Guru yang mengajarkan kita untuk dapat bahagia adalah penderitaan. Semakin kita berusaha menolak penderitaan, semakin jauh kita dari kebahagiaan.

Sumber :  Asal Usul Pohon Salak & Cerita-Cerita Bermakna Lainnya ( Terbitan Vidyasena)

Unknown Unknown Author

[NEXT EVENT] 1 JULI 2018

[NEXT EVENT] 1 JULI 2018
DHAMMADESANA o/ Atthasilani KAMANIYASARANI

Contact Us

Youth of Samaggi Viriya

Alamat : Yayasan Samaggi Viriya
Jalan Telaga Bodas A1 Malang

Contact Person
Whatsapp : +6283834256345
Office : 0341-571755

Popular Posts

Search