CERAMAH Bhante Santacitto - Transformasi Batin Melalui Pengembangan Sati
November 12, 2018CERAMAH Pmy Wenny Lo - Bagaimana Membentuk Keluarga Hitaya Sukhaya
October 22, 2018CERAMAH Bhante Sri Pannavaro - penderitaan-dan-lenyapnya-penderitaan
October 01, 2018CERAMAH Bhante Tejapunno - Bahagia dan Menderita Diri Sendiri Penentunya
September 24, 2018CERAMAH Bhante Dhammadiro - Empat Pokok Perenungan
June 18, 2018
CERAMABhante Dhammadiro - Empat Pokok Perenungan
CERAMAH Bhante Hemadhammo Thera - Resep ke Surga
May 28, 2018CERAMAH Bhante thitaviriyo - Mencintai Diri Sendiri
May 07, 2018Tuccha Pothila (Bhikku Kitab Kosong)
March 01, 2018
Pada jaman Sang Buddha ada seorang bhikkhu yang bernama Pothila, yang diberi gelar Tuccha yang artinya kosong,
Tuccha Pothila adalah seorang bhikkhu yang sangat terpelajar. Ia sangat terkenal dan mempunyai 18 (delapan belas) cabang vihara.
Ketika orang mendengar nama 'Pothila' mereka semua kagum dan tidak ada seorangpun yang berani mempertanyakan segala yang diajarkannya, mereka begitu memujanya.
Tuccha Pothila adalah salah satu murid Sang Buddha.
Pada suatu hari ia datang untuk menghormat Sang Buddha, sewaktu ia melakukan penghormatan, Sang Buddha berkata, "Apa kabar Bhikkhu Kitab Kosong!.... Hanya begitu!
Mereka bercakap-cakap sejenak. Dan kemudian sewaktu Tuccha Pothila berpamitan, Sang Buddha berkata: "Pergi sekarang, Bhikkhu Kitab Kosong?"
Sang buddha hanya berkata seperti itu. Pada saat datang, "Apa kabar Bhikkhu Kitab Kosong?" Dan waktu pulang "Pergi sekarang Bhikkhu Kitab Kosong?"
Sang Buddha tidak menjelaskan lebih jauh, hanya itulah ajaran yang diberikan.
Tuccha Pothila, guru yang terkenal itu bingung, "Mengapa Sang Buddha berkata demikian? Apa maksudnya?" Ia berpikir keras, mengeluarkan semua ajaran yang pernah dipelajari, sampai akhirnya ia menyadari...
"Benar! 'Bhikkhu Kitab Kosong' - seorang bhikkhu yang belajar tetapi tidak mempraktekkan. ..
" Ketika ia melihat dalam hatinya, ia menyadari bahwa ia tidak berbeda dari kebanyakan orang awam. Apapun yang disukai mereka, ia juga suka, apapun yang dinikmati oleh orang-orang awam ia ikut menikmati. Tidak ada samana yang benar pada dirinya, tidak ada kualitas yang baik dalam diri untuk membawa menuju Jalan Mulia dan menemukan kedamaian.
Ia memutuskan untuk berlatih, tetapi ia tidak tahu harus pergi ke mana. Semua guru yang ada di sekitarnya adalah murid-muridnya, tidak ada yang berani menerimanya sebagai murid. Biasanya ketika seseorang bertemu dengan si guru, mereka menjadi penakut dan penghormat, jadi tidak ada seorangpun yang berani menjadi gurunya.
Akhirnya ia pergi untuk menemui seorang samanera muda yang telah mencapai tingkat kesucian untuk meminta petunjuk. Samanera itu berkata, "Baiklah, kamu bisa berlatih bersama saya, tetapi kamu harus tulus. Jika kamu tidak tulus saya tidak akan menerimamu."
Samanera itu kemudian meminta Tuccha Pothila untuk mengenakan jubahnya dengan lengkap. Ada tanah berlumpur di sekitar situ.
Ketika Tuccha Pothila telah mengenakan jubahnya dengan lengkap, samanera itu berkata, "Baiklah, sekarang berjalanlah di tanah berlumpur itu, jika saya tidak menyuruh untuk berhenti, jangan berhenti. Jika saya tidak memintamu untuk meninggalkannya, jangan tinggalkan. Sekarang bersiaplah dan..... jalan!"
Tuccha Pothila yang berjubah rapi, masuk ke dalam tanah berlumpur itu. Samanera tidak menyuruh berhenti sampai ia betul-betul rata berlumuran lumpur. Akhirnya ia berkata, "Kamu dapat berhenti sekarang"... dan Tuccha Pothila berhenti. "Baklah, tinggalkan tempat itu!" Lalu ia pergi.
Ini jelas menunjukkan bahwa Tuccha Pothila telah meninggalkan keangkuhannya. Ia siap menerima ajaran, jika ia tidak siap untuk belajar ia tidak akan mau berjalan dalam lumpur seperti itu. Tetapi walaupun dia seorang guru yang terkenal, ia mau melakukannya.
Samanera muda itu melihat bahwa Tuccha pothila benar-benar tulus dan berniat kuat untuk berlatih.
Setelah Tuccha Pothila keluar dari lumpur itu dan membersihkan diri, samanera muda memberikan ajarannya. Ia mengajar Tuccha untuk mengamati obyek sensasi, mengetahui pikiran dan mengenali obyek-obyek sensasi. Digunakan perumpamaan seseorang yang akan menangkap kadal yang bersembunyi dalam lubang yang bercabang. Jika lubang itu mempunyai enam jalan keluar, bagaimana caranya menangkap kadal tersebut? Tentunya dengan menutup lima jalan keluar yang lain. Dengan demikian ia hanya perlu melihat dan menunggu satu lubang. Ketika kadal itu keluar dengan mudah ia bisa menangkapnya.
Begitu juga cara mengamati pikiran; menutup mata telinga, hidung, lidah dan tubuh, kita hanya menyisakan pikiran
Meditasi sama seperti menangkap kadal. Kita menggunakan sati untuk mengamati nafas. Sati adalah kualitas perenungan, sama halnya seperti bertanya pada diri sendiri, "Apa yang saya lakukan?" Sampajañña adalah kesadaran bahwa 'saat ini saya sedang melakukan ini dan itu'. Kita mengamati nafas yang masuk dan keluar dengan menggunakan sati dan sampajañña.
Sumberhttps://truthbuddha.blogspot.co.id/2012/03/tuccha-pothila-bhikkhu-kitab-kosong.html?m=1
Tuccha Pothila adalah seorang bhikkhu yang sangat terpelajar. Ia sangat terkenal dan mempunyai 18 (delapan belas) cabang vihara.
Ketika orang mendengar nama 'Pothila' mereka semua kagum dan tidak ada seorangpun yang berani mempertanyakan segala yang diajarkannya, mereka begitu memujanya.
Tuccha Pothila adalah salah satu murid Sang Buddha.
Pada suatu hari ia datang untuk menghormat Sang Buddha, sewaktu ia melakukan penghormatan, Sang Buddha berkata, "Apa kabar Bhikkhu Kitab Kosong!.... Hanya begitu!
Mereka bercakap-cakap sejenak. Dan kemudian sewaktu Tuccha Pothila berpamitan, Sang Buddha berkata: "Pergi sekarang, Bhikkhu Kitab Kosong?"
Sang buddha hanya berkata seperti itu. Pada saat datang, "Apa kabar Bhikkhu Kitab Kosong?" Dan waktu pulang "Pergi sekarang Bhikkhu Kitab Kosong?"
Sang Buddha tidak menjelaskan lebih jauh, hanya itulah ajaran yang diberikan.
Tuccha Pothila, guru yang terkenal itu bingung, "Mengapa Sang Buddha berkata demikian? Apa maksudnya?" Ia berpikir keras, mengeluarkan semua ajaran yang pernah dipelajari, sampai akhirnya ia menyadari...
"Benar! 'Bhikkhu Kitab Kosong' - seorang bhikkhu yang belajar tetapi tidak mempraktekkan. ..
" Ketika ia melihat dalam hatinya, ia menyadari bahwa ia tidak berbeda dari kebanyakan orang awam. Apapun yang disukai mereka, ia juga suka, apapun yang dinikmati oleh orang-orang awam ia ikut menikmati. Tidak ada samana yang benar pada dirinya, tidak ada kualitas yang baik dalam diri untuk membawa menuju Jalan Mulia dan menemukan kedamaian.
Ia memutuskan untuk berlatih, tetapi ia tidak tahu harus pergi ke mana. Semua guru yang ada di sekitarnya adalah murid-muridnya, tidak ada yang berani menerimanya sebagai murid. Biasanya ketika seseorang bertemu dengan si guru, mereka menjadi penakut dan penghormat, jadi tidak ada seorangpun yang berani menjadi gurunya.
Akhirnya ia pergi untuk menemui seorang samanera muda yang telah mencapai tingkat kesucian untuk meminta petunjuk. Samanera itu berkata, "Baiklah, kamu bisa berlatih bersama saya, tetapi kamu harus tulus. Jika kamu tidak tulus saya tidak akan menerimamu."
Samanera itu kemudian meminta Tuccha Pothila untuk mengenakan jubahnya dengan lengkap. Ada tanah berlumpur di sekitar situ.
Ketika Tuccha Pothila telah mengenakan jubahnya dengan lengkap, samanera itu berkata, "Baiklah, sekarang berjalanlah di tanah berlumpur itu, jika saya tidak menyuruh untuk berhenti, jangan berhenti. Jika saya tidak memintamu untuk meninggalkannya, jangan tinggalkan. Sekarang bersiaplah dan..... jalan!"
Tuccha Pothila yang berjubah rapi, masuk ke dalam tanah berlumpur itu. Samanera tidak menyuruh berhenti sampai ia betul-betul rata berlumuran lumpur. Akhirnya ia berkata, "Kamu dapat berhenti sekarang"... dan Tuccha Pothila berhenti. "Baklah, tinggalkan tempat itu!" Lalu ia pergi.
Ini jelas menunjukkan bahwa Tuccha Pothila telah meninggalkan keangkuhannya. Ia siap menerima ajaran, jika ia tidak siap untuk belajar ia tidak akan mau berjalan dalam lumpur seperti itu. Tetapi walaupun dia seorang guru yang terkenal, ia mau melakukannya.
Samanera muda itu melihat bahwa Tuccha pothila benar-benar tulus dan berniat kuat untuk berlatih.
Setelah Tuccha Pothila keluar dari lumpur itu dan membersihkan diri, samanera muda memberikan ajarannya. Ia mengajar Tuccha untuk mengamati obyek sensasi, mengetahui pikiran dan mengenali obyek-obyek sensasi. Digunakan perumpamaan seseorang yang akan menangkap kadal yang bersembunyi dalam lubang yang bercabang. Jika lubang itu mempunyai enam jalan keluar, bagaimana caranya menangkap kadal tersebut? Tentunya dengan menutup lima jalan keluar yang lain. Dengan demikian ia hanya perlu melihat dan menunggu satu lubang. Ketika kadal itu keluar dengan mudah ia bisa menangkapnya.
Begitu juga cara mengamati pikiran; menutup mata telinga, hidung, lidah dan tubuh, kita hanya menyisakan pikiran
Meditasi sama seperti menangkap kadal. Kita menggunakan sati untuk mengamati nafas. Sati adalah kualitas perenungan, sama halnya seperti bertanya pada diri sendiri, "Apa yang saya lakukan?" Sampajañña adalah kesadaran bahwa 'saat ini saya sedang melakukan ini dan itu'. Kita mengamati nafas yang masuk dan keluar dengan menggunakan sati dan sampajañña.
Sumberhttps://truthbuddha.blogspot.co.id/2012/03/tuccha-pothila-bhikkhu-kitab-kosong.html?m=1
AKU AKAN MENCINTAIMU SEPENUH HATI SEKARANG BUKAN NANTI
February 26, 2018
By Nathalia Sunaidi
Tadi pagi saya mendengarkan cuplikan ceramah Bhante Kamsai. Diceritakan kisah seseorang yang mengingat kehidupan lalunya.
Saat dia berusia 16 tahun dia mengunjungi keluarga di kehidupan lalunya. Dia bertemu kembali dengan istri dan anak lelakinya di kehidupan lalu.
Orang-orang berkata kepada istri di kehidupan lalunya, "Wah ibu pasti sangat bahagia bertemu kembali suami ibu."
Si ibu menjawab, "Tapi dia sudah bukan milikku. Dia sudah jadi milik orang lain. Dia 16 tahun. Aku 80 tahun. Bagaimana bisa menganggap dia sebagai suamiku?"
Orang berikutnya bertanya pada anaknya di kehidupan lalu, "Kamu pasti bahagia papa kamu sudah kembali."
Anak itu menjawab, "Dia sudah milik orang lain. Aku berusia 38 tahun. Dia 16 tahun. Bagaimana menganggap dia papaku."
Sahabat, di saat sekarang orang-orang yang kita cintai milik kita. Dia suami/istri kita. Mereka anak-anak kita. Mereka orang tua kita. Saat ini mereka mengingat kita dan berada di sekitar kita. Mereka sangat berharga. Ini adalah pertemuan terakhir kita dengan mereka. Di kehidupan mendatang mereka tidak akan ingat lagi kepada kita sehebat apapun kita dan mereka saling mencintai sekarang.
Saya melihat kehidupan lalu saya dengan suami, anak-anak dan mama mertua saya. Anak pertama saya adalah anak laki-laki saya di kehidupan lalu. Dia menjadi pejabat negara dan mengabdi kepada rakyat sehingga jarang berada di rumah. Anak kedua saya adalah anak perempuan saya di kehidupan lalu. Dia mencintai, merawat dan mendampingi saya sampai saat kematian saya. Saya sangat sayang dia dan juga sebaliknya. Mama mertua saya adalah mama kandung saya di kehidupan lalu saya. Suami saya sekarang seringkali menjadi suami saya di berbagai kehidupan lalu.
Sehebat apapun kita saling mencintai di kehidupan lalu, kita tidak mengingat kisahnya di kehidupan sekarang. Yang kita rasakan adalah perasaan di dalam batin terhadap mereka. Batin tahu dan mengingat rasa itu.
Maka cintailah dengan indah istri/suami, anak-anak, orang tua, sahabat Anda. Karena ini adalah kehidupan terakhir mereka menjadi milik Anda. Di kehidupan mendatang bisa jadi Anda tidak akan pernah bertemu mereka lagi, mungkin mereka menjadi istri/suami orang lain, anak-anak orang lain atau keluarga orang lain. Jadi andaikan kita bertemu lagi di kehidupan mendatang semoga mereka bisa berkata, "Saya merasakan perasaan bahagia bertemu denganmu. Sepertinya kita memiliki kehidupan yang indah sebelumnya."
Maafkanlah segala salah orang-orang yang Anda cintai sekarang. Berbaikanlah. Semoga Anda bertemu kembali dengan mereka dalam keadaan batin yang bahagia dan ikatan karma yang baik.
Tadi pagi saya mendengarkan cuplikan ceramah Bhante Kamsai. Diceritakan kisah seseorang yang mengingat kehidupan lalunya.
Saat dia berusia 16 tahun dia mengunjungi keluarga di kehidupan lalunya. Dia bertemu kembali dengan istri dan anak lelakinya di kehidupan lalu.
Orang-orang berkata kepada istri di kehidupan lalunya, "Wah ibu pasti sangat bahagia bertemu kembali suami ibu."
Si ibu menjawab, "Tapi dia sudah bukan milikku. Dia sudah jadi milik orang lain. Dia 16 tahun. Aku 80 tahun. Bagaimana bisa menganggap dia sebagai suamiku?"
Orang berikutnya bertanya pada anaknya di kehidupan lalu, "Kamu pasti bahagia papa kamu sudah kembali."
Anak itu menjawab, "Dia sudah milik orang lain. Aku berusia 38 tahun. Dia 16 tahun. Bagaimana menganggap dia papaku."
Sahabat, di saat sekarang orang-orang yang kita cintai milik kita. Dia suami/istri kita. Mereka anak-anak kita. Mereka orang tua kita. Saat ini mereka mengingat kita dan berada di sekitar kita. Mereka sangat berharga. Ini adalah pertemuan terakhir kita dengan mereka. Di kehidupan mendatang mereka tidak akan ingat lagi kepada kita sehebat apapun kita dan mereka saling mencintai sekarang.
Saya melihat kehidupan lalu saya dengan suami, anak-anak dan mama mertua saya. Anak pertama saya adalah anak laki-laki saya di kehidupan lalu. Dia menjadi pejabat negara dan mengabdi kepada rakyat sehingga jarang berada di rumah. Anak kedua saya adalah anak perempuan saya di kehidupan lalu. Dia mencintai, merawat dan mendampingi saya sampai saat kematian saya. Saya sangat sayang dia dan juga sebaliknya. Mama mertua saya adalah mama kandung saya di kehidupan lalu saya. Suami saya sekarang seringkali menjadi suami saya di berbagai kehidupan lalu.
Sehebat apapun kita saling mencintai di kehidupan lalu, kita tidak mengingat kisahnya di kehidupan sekarang. Yang kita rasakan adalah perasaan di dalam batin terhadap mereka. Batin tahu dan mengingat rasa itu.
Maka cintailah dengan indah istri/suami, anak-anak, orang tua, sahabat Anda. Karena ini adalah kehidupan terakhir mereka menjadi milik Anda. Di kehidupan mendatang bisa jadi Anda tidak akan pernah bertemu mereka lagi, mungkin mereka menjadi istri/suami orang lain, anak-anak orang lain atau keluarga orang lain. Jadi andaikan kita bertemu lagi di kehidupan mendatang semoga mereka bisa berkata, "Saya merasakan perasaan bahagia bertemu denganmu. Sepertinya kita memiliki kehidupan yang indah sebelumnya."
Maafkanlah segala salah orang-orang yang Anda cintai sekarang. Berbaikanlah. Semoga Anda bertemu kembali dengan mereka dalam keadaan batin yang bahagia dan ikatan karma yang baik.
MERASA BANGGA KARENA KEBAJIKAN
February 23, 2018
Merasa Bangga karena Kebajikan
by Ajahn Brahmavamso
Ini adalah tanda dari seorang praktisi, seorang yang mempunyai tekad untuk menapaki Jalan. Ini adalah tanda dari seseorang yang mempunyai kebijaksanaan memadai sehingga pikiran mereka menyadari apa yang menarik bagi pikiran itu sendiri. Sehingga pada pagi, atau petang hari, pikirannya melompat ke bantalan meditasinya.
Meditasi bukan untuk pengobatan, bukan sejenis hukuman, bukan sejenis untuk penebusan dosa, meditasi adalah semata-mata karena ingin melakukannya.
Alasan mengapa sebagian orang-orang Kristiani tidak pergi ke gereja, adalah karena hal itu membosankan mereka, mereka tidak suka pergi kesana. Mereka tidak melompat bangun karena hari itu adalah hari minggu dan berkata, "Ayo pergi ke gereja, ayo kesana dan dengarkan ceramah firman Tuhan yang bagus !" Hal itu sudah membosankan dan tidak asyik. Itulah sebabnya orang-orang di Barat sudah kabur dari gerejanya.
Orang-orang juga dengan cepat akan kabur dari meditasinya, dan berhenti meditasi, kecuali mereka menemukan keasyikannya dalam meditasi baik dirumah, di vihara, dimana pun mereka berada, adalah cara menyinambungkan praktik meditasi tersebut..
Sedikit demi sedikit asalkan Anda terus mempraktikkannya dalam keseharian mempertahankannya demi keasyikan, demi kedamaian, demi sebuah tempat dimana kebebasan berada. Anda tidak punya pilihan lain dan Anda hanya mempunyai pilihan ini saja.
Sebagian orang berkata dan saya memahami hal ini dengan sangat baik, karena ini adalah hal yang sama ketika saya masih sebagai umat awam, bahwa jika Anda tidak bermeditasi sehari saja, itu sama seperti tidak makan. Hati Anda terasa ada yang kurang, tidak mempunyai kekuatan, dan Anda dapati diri Anda merasa kesal, marah-marah, karena Anda tidak mendapatkan santapan kebahagiaan itu seperti biasanya.
Tidak masalah jika ada orang yang bilang Anda kecanduan meditasi. Itu bagus ! Canduilah kedamaian, kebahagiaan. Canduilah kebebasan, itu adalah hal-hal baik yang perlu di candui.
Sebagian orang berkata Anda tidak seharusnya melekati hal-hal ini, dan mereka akan mengutip perumpamaan tentang rakit. Buddha mengatakan bahwa rakit hanya dipakai untuk menyeberangi sungai dari satu tepi ke tepi lain, tetapi Anda semestinya tidak melekati rakit itu (Majjhima Nikaya 22.13).
Anda harus meninggalkan rakit itu ketika Anda sudah sampai keseberang lautan. Tetapi tentu saja Anda seharusnya tidak membuang rakit itu saat berada ditengah-tengah sungai ! Itulah yang kebanyakkan orang lakukan. Jadi melekatlah pada rakit itu, lekatilah meditasi Anda, lekatilah sila-sila Anda, dan lekatilah kebajikan.
Dari perumpamaan ini, pahamilah pentingnya keadaan penuh kedamaian itu, perntingnya kebajikan, lalu Anda akan medapatkan hasilnya. Jalani Sila. Ingatlah kembali kebajikan , kedermawanan, kebaikan hati, dan ketidak egoisan, yang telah Anda perbuat sepanjang tahun kemaren.
Maka Anda akan mendapatkan hasil dalam meditasi Anda. Upahnya adalah pikiran yang indah. Anda memahami pikiran yang indah inilah alasan mengapa kita menjaga sila, mengapa kita bermurah hati, mengapa kita memberi, mengapa kita mengabdikan diri, mengapa kita memaafkan orang lain, dan mengapa kita memaafkan diri kita sendiri. Itu semua adalah bagian dari dana, bagian dari memberi. Itulah sebabnya mengapa kita mempraktikkan cinta kasih tanpa keraguan. Kita memberikan kebahagiaan kita dan melimpahkan jasa-jasa kita kepada orang yang lain dan mahluk yang lain.
Mengapa kita melakukan itu? Kita melakukan karena kita benar-benar melihat bahwa hal itu membuat pikiran ini menjadi begitu indahnya. Anda merasakannya dalam keseharian hidup Anda; Anda memiliki sesuatu yang indah di dalam diri Anda yang darinya Anda merasa sangat-sangat bangga. Adalah baik untuk merasakan bangga karena adanya kebajikan.
Article
Merasa Bangga Karena Kebajikan
https://www.sariputta.com/…/merasa-bangga-karena-kebajikan-…
by Ajahn Brahmavamso
Ini adalah tanda dari seorang praktisi, seorang yang mempunyai tekad untuk menapaki Jalan. Ini adalah tanda dari seseorang yang mempunyai kebijaksanaan memadai sehingga pikiran mereka menyadari apa yang menarik bagi pikiran itu sendiri. Sehingga pada pagi, atau petang hari, pikirannya melompat ke bantalan meditasinya.
Meditasi bukan untuk pengobatan, bukan sejenis hukuman, bukan sejenis untuk penebusan dosa, meditasi adalah semata-mata karena ingin melakukannya.
Alasan mengapa sebagian orang-orang Kristiani tidak pergi ke gereja, adalah karena hal itu membosankan mereka, mereka tidak suka pergi kesana. Mereka tidak melompat bangun karena hari itu adalah hari minggu dan berkata, "Ayo pergi ke gereja, ayo kesana dan dengarkan ceramah firman Tuhan yang bagus !" Hal itu sudah membosankan dan tidak asyik. Itulah sebabnya orang-orang di Barat sudah kabur dari gerejanya.
Orang-orang juga dengan cepat akan kabur dari meditasinya, dan berhenti meditasi, kecuali mereka menemukan keasyikannya dalam meditasi baik dirumah, di vihara, dimana pun mereka berada, adalah cara menyinambungkan praktik meditasi tersebut..
Sedikit demi sedikit asalkan Anda terus mempraktikkannya dalam keseharian mempertahankannya demi keasyikan, demi kedamaian, demi sebuah tempat dimana kebebasan berada. Anda tidak punya pilihan lain dan Anda hanya mempunyai pilihan ini saja.
Sebagian orang berkata dan saya memahami hal ini dengan sangat baik, karena ini adalah hal yang sama ketika saya masih sebagai umat awam, bahwa jika Anda tidak bermeditasi sehari saja, itu sama seperti tidak makan. Hati Anda terasa ada yang kurang, tidak mempunyai kekuatan, dan Anda dapati diri Anda merasa kesal, marah-marah, karena Anda tidak mendapatkan santapan kebahagiaan itu seperti biasanya.
Tidak masalah jika ada orang yang bilang Anda kecanduan meditasi. Itu bagus ! Canduilah kedamaian, kebahagiaan. Canduilah kebebasan, itu adalah hal-hal baik yang perlu di candui.
Sebagian orang berkata Anda tidak seharusnya melekati hal-hal ini, dan mereka akan mengutip perumpamaan tentang rakit. Buddha mengatakan bahwa rakit hanya dipakai untuk menyeberangi sungai dari satu tepi ke tepi lain, tetapi Anda semestinya tidak melekati rakit itu (Majjhima Nikaya 22.13).
Anda harus meninggalkan rakit itu ketika Anda sudah sampai keseberang lautan. Tetapi tentu saja Anda seharusnya tidak membuang rakit itu saat berada ditengah-tengah sungai ! Itulah yang kebanyakkan orang lakukan. Jadi melekatlah pada rakit itu, lekatilah meditasi Anda, lekatilah sila-sila Anda, dan lekatilah kebajikan.
Dari perumpamaan ini, pahamilah pentingnya keadaan penuh kedamaian itu, perntingnya kebajikan, lalu Anda akan medapatkan hasilnya. Jalani Sila. Ingatlah kembali kebajikan , kedermawanan, kebaikan hati, dan ketidak egoisan, yang telah Anda perbuat sepanjang tahun kemaren.
Maka Anda akan mendapatkan hasil dalam meditasi Anda. Upahnya adalah pikiran yang indah. Anda memahami pikiran yang indah inilah alasan mengapa kita menjaga sila, mengapa kita bermurah hati, mengapa kita memberi, mengapa kita mengabdikan diri, mengapa kita memaafkan orang lain, dan mengapa kita memaafkan diri kita sendiri. Itu semua adalah bagian dari dana, bagian dari memberi. Itulah sebabnya mengapa kita mempraktikkan cinta kasih tanpa keraguan. Kita memberikan kebahagiaan kita dan melimpahkan jasa-jasa kita kepada orang yang lain dan mahluk yang lain.
Mengapa kita melakukan itu? Kita melakukan karena kita benar-benar melihat bahwa hal itu membuat pikiran ini menjadi begitu indahnya. Anda merasakannya dalam keseharian hidup Anda; Anda memiliki sesuatu yang indah di dalam diri Anda yang darinya Anda merasa sangat-sangat bangga. Adalah baik untuk merasakan bangga karena adanya kebajikan.
Article
Merasa Bangga Karena Kebajikan
https://www.sariputta.com/…/merasa-bangga-karena-kebajikan-…
AN 4:73 Sappurisa sutta (Ciri Orang Jahat)
February 22, 2018
AN 4:73 Sappurisasuttaṃ (Orang Jahat: Pengantin)
“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang jahat. Apakah empat ini?
(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(2) “Kemudian, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang jahat.
“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini dapat dimengerti sebagai seorang baik. Apakah empat ini?
(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain dengan sela dan pengurangan, [78] tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(2) “Kemudian, seorang yang baik mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang baik.
“Para bhikkhu, Ketika seorang pengantin pertama kali dibawa pulang ke rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap ibu mertuanya, ayah mertuanya, suaminya, dan bahkan budak-budaknya, para pekerja, dan para pelayannya. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata kepada ibu mertuanya, ayah mertuanya, dan suaminya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’
“Demikian pula, ketika seorang bhikkhu di sini telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan, dan bahkan terhadap para pekerja dan para samaṇera di vihara. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata bahkan kepada gurunya dan penahbisnya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’
“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami aakan berdiam dengan pikiran seperti pengantin yang baru tiba itu.’ Dengan cara demikianlah kalian harus berlatih.”
“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang jahat. Apakah empat ini?
(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(2) “Kemudian, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’
“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang jahat.
“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini dapat dimengerti sebagai seorang baik. Apakah empat ini?
(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain dengan sela dan pengurangan, [78] tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(2) “Kemudian, seorang yang baik mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’
“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang baik.
“Para bhikkhu, Ketika seorang pengantin pertama kali dibawa pulang ke rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap ibu mertuanya, ayah mertuanya, suaminya, dan bahkan budak-budaknya, para pekerja, dan para pelayannya. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata kepada ibu mertuanya, ayah mertuanya, dan suaminya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’
“Demikian pula, ketika seorang bhikkhu di sini telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan, dan bahkan terhadap para pekerja dan para samaṇera di vihara. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata bahkan kepada gurunya dan penahbisnya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’
“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami aakan berdiam dengan pikiran seperti pengantin yang baru tiba itu.’ Dengan cara demikianlah kalian harus berlatih.”
HANTU KELAPARAN
February 18, 2018
Kutipan Buku
Legenda Spriritual
Ajahn Mun
Hantu Kelaparan
Memberikan nasihat yang bermanfaat bagi makhluk2 halus dari berbagai alam kehidupan merupakan tanggung jawab serius yang terus dilakukan Ajahn Mun sampai saat kemangkatan Beliau. Beliau senantiasa berkomunikasi dengan makhluk2 itu di mana pun Beliau tinggal , tetapi lebih sering lagi ketika berada di wilayah pegunungan. Di sana, didaerah yang terpencil, jauh dari hunian manusia, satu atau lain kelompok mengunjungi Beliau hampir tiap malam.
Bahkan hantu2 kelaparan, yang menunggu pelimpahan jasa yang dipersembahkan untuk mereka oleh sanak saudara mereka yang masih hidup, datang meminta bantuan Beliau. Tidak bisa diketahui berapa lama mereka telah meninggal, atau dari keluarga dan kebangsaan apa mereka sebelumnya, atau apakah hantu2 ini memiliki sanak saudara yang tersisa.
Dalam berkomunikasi dengan Ajahn Mun mereka berharap bahwa, demi welas asih terhadap mereka, Beliau mau membantu mencari sanak saudara mereka dan memberi tahu mereka untuk berdana, mempersembahkan sebagian dari jasa kebajikan itu kepada yang telah mati untuk membantu mengurangi siksaan dan derita mereka sehingga membuat kehidupan mereka lebih bisa di tanggung.
Banyak dari mereka yang telah banyak mengalami penderitaan yang tidak bisa dilukiskan di neraka selama waktu yang sangat lama sehingga tidak mungkin bisa menghitung jangka waktu mereka berada di sana dalam ukuran umur manusia. Ketika mereka akhirnya bisa bebas dari neraka , mereka masih tidak bisa menghindari kemalangan untuk bisa menikmati berbagai kesenangan , sehingga penderitaan mereka berlanjut terus tanpa henti. Bagi makhluk2 yang terperangkap oleh akibat kamma buruk mereka , alam tempat mereka lahir hanya sedikit berpengaruh, karena hanya sedikit sekali perubahan yang mengurangi penderitaan mereka.
Hantu2 kelaparan biasanya memberi tahu Ajahn Mun bahwa mereka tidak tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk bisa melalui akibat2 dari perbuatan jahat mereka . Mereka hanya berpegang pada satu harapan terakhir, jika Beliau berbaik hati memberi tahu sanak saudara mereka yang masih hidup mengenai kesengsaraan mereka, sanak saudara itu mungkin bersedia berbagi jasa kebaikkan dengan mereka, sehingga memungkinkan mereka meloloskan diri dari siksaan yang tak tertanggungkan itu.
Setelah mati dan terlahir kembali dalam salah satu alam neraka, beberapa dari mereka telah menetap di sana selama puluhan atau ratusan ribu tahun sebagai makhluk halus sebelum terbebas ke alam kehidupan rendah lainnya di mana mereka harus berjuang membayar sisa kamma buruk mereka . Keberadaan mereka sebagai hantu kemudian berlangsung selama lima ratus sampai seribu tahun non-fisik , sehingga tidak mungkin untuk melacak keluarga mereka. Demikianlah ironi kejam dari dilema kamma mereka, pada saat kamma mereka yang paling berat telah habis dan hanya yang lebih ringan yang tersisa - sebuah kondisi di mana mereka akhirnya bisa menerima bantuan dari sanak saudara mereka - mereka ternyata telah kehilangan jejak akan keluarga mereka. Sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain menanggung penderitaan kamma itu terus menerus , tanpa mengetahui kapan itu berakhir. Hantu2 seperti itu menyerupai hewan terlantar yang tidak punya pemilik yang bisa merawat mereka.
Hantu2 kelaparan lainnya masih bisa dibantu dengan satu atau lain cara, karena mereka baru saja meninggal sehingga kamma mereka tidak begitu berat - yang berarti mereka bisa menerima jasa kebajikan yang dipersembahkan kepada mereka oleh sanak keluarga mereka. Karena mereka memiliki sanak keluarga yang nama dan alamatnya bisa mereka ingat, Ajahn Mun bisa memberikan berbagai bantuan kepada mereka selama keluarga mereka tinggal di sekitar tempat Beliau berdiam.
Ketika Beliau mengetahui siapa mereka, Beliau mencari kesempatan untuk berbicara dengan mereka . Beliau menasihati mereka untuk mempersembahkan jasa kebajikan bagi sanak keluarga yang tengah menunggu jasa kebajikan yang di lakukan lewat berbagai tindakan religius, atau umumnya dengan mempersembahkan makanan setiap hari kepada para Bhikkhu. Beberapa hantu bisa menerima sebagian jasa kebajikan yang di lakukan orang2 dermawan dimanapun bahkan meskipun hal itu tidak secara khusus dipersembahkan untuk mereka.
Karena itu Ajahn Mun selalu melakukan persembahan2 seperti itu selagi memancarkan cinta kasih kepada seluruh makhluk hidup. Sesuai dengan sifat khas dari kamma mereka masing2, beberapa hantu bisa menerima jasa kebajikan yang dipersembahkan setiap orang, sementara lainnya hanya bisa menerima jasa kebajikan yang secara pribadi dipersembahkan kepada mereka oleh sanak keluarganya.
Ajahn Mun mengatakan bahwa hantu2 menjalani kehidupan yang sangat aneh. Dari banyaknya pengalaman Beliau bersama mereka, Beliau menemukan bahwa hantu jauh lebih mengganggu ketimbang makhluk halus lainnya. Karena tidak memiliki jasa kebajikan mereka sendiri, hantu harus selalu bergantung dan merasa berhutang kepada yang lainnya agar bisa bertahan hidup. Seandainya yang lain tidak menolong mereka , hantu2 ini akan benar2 merana. Ketergantungan mereka kepada makhluk lainnya meletakkan mereka pada posisi yang sangat sulit karena tidak bisa mandiri.
Kedermawanan dan bentuk perbuatan jasa lainnya sangat penting dan pokok sebagai elemen kunci untuk membangun pondasi bagi kemandirian individu dalam kehidupan kini dan yang akan datang.
Semua makhluk hidup adalah hasil dari kamma mereka sendiri. Mereka sendiri yang harus bertanggung jawab penuh terhadap akibat2 yang mereka hadapi. Tidak ada orang lain yang bisa menerima tanggung jawab itu karena tidak seorang pun mengalami kamma yang dihasilkan oleh orang lain. Kelahiran yang baik maupun yang buruk, dan berbagai tingkatan kebahagiaan dan penderitaan yang dialami didalamnya, merupakan tanggung jawab tunggal dari individu yang menciptakan kondisi yang menyebabkan hasil2 akhir ini. Tidak ada makhluk yang bisa menggantikan yang lainnya dalam hal ini. Bahkan mereka yang tidak mengharapkan manfaat dari perbuatan mereka masih akan menerima imbalan kamma atas perbuatan mereka.
Ajahn Mun adalah pakar dalam hal2 mengenai hantu, Dewa, Brahma, Yakka, Naga dan Garuda. Meskipun Beliau tidak selalu mengungkapkan jangkauan pengetahuan Beliau yang sesungguhnya, Beliau memiliki kemampuan untuk menyelidiki beraneka fenomena yang tak terbatas dalam banyak alam2 eksistensi baik yang kasar maupun yang halus, yang jauh berada diluar jangkauan pencerapan manusia. Kisah2 Beliau mengenai hantu2 cukup mendirikan bulu roma - bahkan mereka yang tidak takut akan hantu2 merasa merinding mendengar kekuatan misterius kamma . Beliau mengatakan bahwa jika orang2 bisa melihat kamma baik dan buruk milik mereka sendiri seperti melihat barang2 materi seperti air dan api, tidak seorangpun berani berbuat jahat lagi seperti halnya tidak berani berjalan masuk ke dalam api membara.
Alih2, mereka hanya akan berniat berbuat baik - yang memiliki sifat sejuk, menyegarkan seperti air. Masalah akan berangsur2 berkurang di dunia ketika setiap orang akan berjuang untuk menjaga dirinya terhadap ancaman bahaya dari kejahatan.
Legenda Spriritual
Ajahn Mun
Hantu Kelaparan
Memberikan nasihat yang bermanfaat bagi makhluk2 halus dari berbagai alam kehidupan merupakan tanggung jawab serius yang terus dilakukan Ajahn Mun sampai saat kemangkatan Beliau. Beliau senantiasa berkomunikasi dengan makhluk2 itu di mana pun Beliau tinggal , tetapi lebih sering lagi ketika berada di wilayah pegunungan. Di sana, didaerah yang terpencil, jauh dari hunian manusia, satu atau lain kelompok mengunjungi Beliau hampir tiap malam.
Bahkan hantu2 kelaparan, yang menunggu pelimpahan jasa yang dipersembahkan untuk mereka oleh sanak saudara mereka yang masih hidup, datang meminta bantuan Beliau. Tidak bisa diketahui berapa lama mereka telah meninggal, atau dari keluarga dan kebangsaan apa mereka sebelumnya, atau apakah hantu2 ini memiliki sanak saudara yang tersisa.
Dalam berkomunikasi dengan Ajahn Mun mereka berharap bahwa, demi welas asih terhadap mereka, Beliau mau membantu mencari sanak saudara mereka dan memberi tahu mereka untuk berdana, mempersembahkan sebagian dari jasa kebajikan itu kepada yang telah mati untuk membantu mengurangi siksaan dan derita mereka sehingga membuat kehidupan mereka lebih bisa di tanggung.
Banyak dari mereka yang telah banyak mengalami penderitaan yang tidak bisa dilukiskan di neraka selama waktu yang sangat lama sehingga tidak mungkin bisa menghitung jangka waktu mereka berada di sana dalam ukuran umur manusia. Ketika mereka akhirnya bisa bebas dari neraka , mereka masih tidak bisa menghindari kemalangan untuk bisa menikmati berbagai kesenangan , sehingga penderitaan mereka berlanjut terus tanpa henti. Bagi makhluk2 yang terperangkap oleh akibat kamma buruk mereka , alam tempat mereka lahir hanya sedikit berpengaruh, karena hanya sedikit sekali perubahan yang mengurangi penderitaan mereka.
Hantu2 kelaparan biasanya memberi tahu Ajahn Mun bahwa mereka tidak tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk bisa melalui akibat2 dari perbuatan jahat mereka . Mereka hanya berpegang pada satu harapan terakhir, jika Beliau berbaik hati memberi tahu sanak saudara mereka yang masih hidup mengenai kesengsaraan mereka, sanak saudara itu mungkin bersedia berbagi jasa kebaikkan dengan mereka, sehingga memungkinkan mereka meloloskan diri dari siksaan yang tak tertanggungkan itu.
Setelah mati dan terlahir kembali dalam salah satu alam neraka, beberapa dari mereka telah menetap di sana selama puluhan atau ratusan ribu tahun sebagai makhluk halus sebelum terbebas ke alam kehidupan rendah lainnya di mana mereka harus berjuang membayar sisa kamma buruk mereka . Keberadaan mereka sebagai hantu kemudian berlangsung selama lima ratus sampai seribu tahun non-fisik , sehingga tidak mungkin untuk melacak keluarga mereka. Demikianlah ironi kejam dari dilema kamma mereka, pada saat kamma mereka yang paling berat telah habis dan hanya yang lebih ringan yang tersisa - sebuah kondisi di mana mereka akhirnya bisa menerima bantuan dari sanak saudara mereka - mereka ternyata telah kehilangan jejak akan keluarga mereka. Sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain menanggung penderitaan kamma itu terus menerus , tanpa mengetahui kapan itu berakhir. Hantu2 seperti itu menyerupai hewan terlantar yang tidak punya pemilik yang bisa merawat mereka.
Hantu2 kelaparan lainnya masih bisa dibantu dengan satu atau lain cara, karena mereka baru saja meninggal sehingga kamma mereka tidak begitu berat - yang berarti mereka bisa menerima jasa kebajikan yang dipersembahkan kepada mereka oleh sanak keluarga mereka. Karena mereka memiliki sanak keluarga yang nama dan alamatnya bisa mereka ingat, Ajahn Mun bisa memberikan berbagai bantuan kepada mereka selama keluarga mereka tinggal di sekitar tempat Beliau berdiam.
Ketika Beliau mengetahui siapa mereka, Beliau mencari kesempatan untuk berbicara dengan mereka . Beliau menasihati mereka untuk mempersembahkan jasa kebajikan bagi sanak keluarga yang tengah menunggu jasa kebajikan yang di lakukan lewat berbagai tindakan religius, atau umumnya dengan mempersembahkan makanan setiap hari kepada para Bhikkhu. Beberapa hantu bisa menerima sebagian jasa kebajikan yang di lakukan orang2 dermawan dimanapun bahkan meskipun hal itu tidak secara khusus dipersembahkan untuk mereka.
Karena itu Ajahn Mun selalu melakukan persembahan2 seperti itu selagi memancarkan cinta kasih kepada seluruh makhluk hidup. Sesuai dengan sifat khas dari kamma mereka masing2, beberapa hantu bisa menerima jasa kebajikan yang dipersembahkan setiap orang, sementara lainnya hanya bisa menerima jasa kebajikan yang secara pribadi dipersembahkan kepada mereka oleh sanak keluarganya.
Ajahn Mun mengatakan bahwa hantu2 menjalani kehidupan yang sangat aneh. Dari banyaknya pengalaman Beliau bersama mereka, Beliau menemukan bahwa hantu jauh lebih mengganggu ketimbang makhluk halus lainnya. Karena tidak memiliki jasa kebajikan mereka sendiri, hantu harus selalu bergantung dan merasa berhutang kepada yang lainnya agar bisa bertahan hidup. Seandainya yang lain tidak menolong mereka , hantu2 ini akan benar2 merana. Ketergantungan mereka kepada makhluk lainnya meletakkan mereka pada posisi yang sangat sulit karena tidak bisa mandiri.
Kedermawanan dan bentuk perbuatan jasa lainnya sangat penting dan pokok sebagai elemen kunci untuk membangun pondasi bagi kemandirian individu dalam kehidupan kini dan yang akan datang.
Semua makhluk hidup adalah hasil dari kamma mereka sendiri. Mereka sendiri yang harus bertanggung jawab penuh terhadap akibat2 yang mereka hadapi. Tidak ada orang lain yang bisa menerima tanggung jawab itu karena tidak seorang pun mengalami kamma yang dihasilkan oleh orang lain. Kelahiran yang baik maupun yang buruk, dan berbagai tingkatan kebahagiaan dan penderitaan yang dialami didalamnya, merupakan tanggung jawab tunggal dari individu yang menciptakan kondisi yang menyebabkan hasil2 akhir ini. Tidak ada makhluk yang bisa menggantikan yang lainnya dalam hal ini. Bahkan mereka yang tidak mengharapkan manfaat dari perbuatan mereka masih akan menerima imbalan kamma atas perbuatan mereka.
Ajahn Mun adalah pakar dalam hal2 mengenai hantu, Dewa, Brahma, Yakka, Naga dan Garuda. Meskipun Beliau tidak selalu mengungkapkan jangkauan pengetahuan Beliau yang sesungguhnya, Beliau memiliki kemampuan untuk menyelidiki beraneka fenomena yang tak terbatas dalam banyak alam2 eksistensi baik yang kasar maupun yang halus, yang jauh berada diluar jangkauan pencerapan manusia. Kisah2 Beliau mengenai hantu2 cukup mendirikan bulu roma - bahkan mereka yang tidak takut akan hantu2 merasa merinding mendengar kekuatan misterius kamma . Beliau mengatakan bahwa jika orang2 bisa melihat kamma baik dan buruk milik mereka sendiri seperti melihat barang2 materi seperti air dan api, tidak seorangpun berani berbuat jahat lagi seperti halnya tidak berani berjalan masuk ke dalam api membara.
Alih2, mereka hanya akan berniat berbuat baik - yang memiliki sifat sejuk, menyegarkan seperti air. Masalah akan berangsur2 berkurang di dunia ketika setiap orang akan berjuang untuk menjaga dirinya terhadap ancaman bahaya dari kejahatan.
GURU KECIL
February 15, 2018
Karya : Selly Parkit
Kedatangannya dari jauh memang sudah terlihat, walau agak samar tapi Aku yakin itu dia. Wajahnya yang semu kemerahan, dengan rambut ikat kepang ke atas dan ransel merah muda di pundaknya membuat ia terlihat semakin kecil. Gerakannya yang jingkrak-jingkrak dan gemerincing bunyi kerincingan di kaki kecilnya, menandakan kalau ia memang masih hijau, masih belum tercemar polusi duniawi. Langkahnya tak beraturan, ringan namun terlihat mantap. Tak ada beban di pikirannya dan hatinya, dunia seperti surga bermain yang indah.
Kedatangannya dari jauh memang sudah terlihat, walau agak samar tapi Aku yakin itu dia. Wajahnya yang semu kemerahan, dengan rambut ikat kepang ke atas dan ransel merah muda di pundaknya membuat ia terlihat semakin kecil. Gerakannya yang jingkrak-jingkrak dan gemerincing bunyi kerincingan di kaki kecilnya, menandakan kalau ia memang masih hijau, masih belum tercemar polusi duniawi. Langkahnya tak beraturan, ringan namun terlihat mantap. Tak ada beban di pikirannya dan hatinya, dunia seperti surga bermain yang indah.
Semakin dekat semakin melebarlah
tawanya, mulailah dipamerkannya gigi putihnya itu sambil mengayunkan
lengan kecil beserta jemari-jemarinya yang lentik. Seketika bibirnya
yang mungil menyuarakan kata yang tak asing kudengar, “Lao Shi...
Lao Shi!!!” dari kejauhan suara kecil itu terdengar semerdu bunyi
harpa, bahkan lebih merdu dari biasanya.
Berjingkrak-jingkraknya semakin
menjadi, langkah-langkah kecil itu mulai cepat, daun-daun di
sekeliling mulai berhamburan. Tap… tap... tap… tak terasa
segumpal daging kecil itu sudah mendarat tepat di dekapanku. “Lao
Shi, Good
Moning”
sahut si pemilik bibir merah delima. “Bilang,
Zao An!” “Zao
An…” tirunya
sambil terkekeh-kekeh.
44 Seri
Kumpulan Cerpen
Entah sampai kapan kekehan ini
akan kudengar, sampai si kecil mulai mengertikah? Aku berharap tidak,
Gadis harus menjadi orang yang tegar, orang yang kokoh, bahkah lebih
kokoh dari gunung. Di umurnya yang masih 3 tahun masih belum banyak
yang ia mengerti. Tapi Gadis mengerti cinta. Hanya karena cintalah
Gadis mampu bertahan dalam kerasnya dunia. Dunia yang telah merenggut
kedua orangtuanya dari kehidupannya. Tapi toh Gadis masih bisa
tersenyum, masih bisa bermain dengan kakak pengasuh panti asuhan,
masih bisa terkekeh-kekeh.
“Beberapa hari ini di panti
dia agak rewel semenjak dikasih tontonan Barnie, tapi kalau sudah
sampai di sekolah ya begitu tuh, jingkrak-jingkrakan tak karu-karuan”
sahut kakak pengasuh yang mengantarnya ke sekolah. Aku hanya bisa
tersenyum lebar. Untungnya warisan peninggalan orangtua Gadis mampu
membiayainya sekolah. Tapi walau bagaimana pun mampukah harta duniawi
itu mengobati luka hati? Kurasa tidak. Apalagi karena harta pulalah
Gadis harus menjadi yatim piatu, korban dari perampok yang tak mampu
bertahan dari kerasnya kehidupan. Aku menghela nafas panjang,
membanyangkannya saja sudah membuat sesak.
Gadis kecil itu berjalan
mendahuluiku, lenggak-lenggok parasnya dari belakang sudah banyak
menghiburku. Memperhatikannya membuatku tak mampu menahan tawa.
Meledaklah tawaku di ruang kelas yang masih kosong. “Lao Shi kok
ketawa?” tanyanya sedikit curiga. Melihat mimik wajahnya yang lucu
membuatku berusaha keras menghentikan tawaku. Sambil menarik nafas
dalam Aku berusaha menenangkan diri. “Gadis tahu, kalau hari ini
adalah hari ulang tahun Gadis?”
Guru
Kecil 45
“Ulang tahun ya! Horree..
asik…!!!” serunya
gembira sambil bertepuk tangan. “Hmm.. sebagai hadiahnya, Gadis
boleh minta apa saja sama Lao Shi… Gadis boleh minta kue ulang
tahun berbentuk Princess, atau boneka Barnie yang seperti yang di TV
kemarin” tawarku mengodanya. Gadis terdiam sejenak sambil jemarinya
tak henti melinting-linting rambut depannya yang masih tersisa. “Hmm…
apa ya.. tapi Gadis tidak mau kue ulang tahun berbentuk Princess,
atau boneka Barnie.”katanya dengan tampang serius. “Loh, kalau
tidak mau kue dan bonekanya Gadis mo apa dong?” sahutku menawarkan
kembali kepadanya. “Bener?” tanyanya lugu. “Iya….” Jawabku
memastikannya. Mulutnya yang kecil itu
mulai mengucapkan
kalimat-kalimat panjangnya. “Kata Barnie, anak-anak punya mama
papa, Gadiskan masih anak-anak ya! Gadis mau mama papa bisa?”
seketika hatiku terenyuh, kupeluk Gadis erat-erat, air mataku meleleh
tak terasa. “Loh kok Lao Shi nangis, ih Lao Shi cengeng, yah ga ada
ya mama papanya, kalau ga ada Gadis mau Lao Shi aja deh!” sahutnya
enteng sambil terkekeh-kekeh. Mataku basah, kupeluk Gadis dua kali,
bibirku mulai tersenyum menghiburnya, namun bukan Aku yang
sesungguhnya menghibur Gadis, Gadislah yang sudah menghiburku. Guru
kecil yang mengajarkanku kehidupan.
•
Guru
yang mengajarkan kita kebahagiaan adalah penderitaan. Guru yang
mengajarkan kita untuk dapat bahagia adalah penderitaan. Semakin kita
berusaha menolak penderitaan, semakin jauh kita dari kebahagiaan.
Sumber : Asal Usul Pohon Salak & Cerita-Cerita Bermakna Lainnya ( Terbitan Vidyasena)
•
JANGAN TUNDA BILANG I LOVE YOU
February 14, 2018
Cerita ini ditulis dari Audiobook Ceramah yang berjudul “Jangan Menunda Bilang I Love U” yang dibawakan oleh Bhante Kheminda
Kisah ini terjadi pada sepasang suami istri yang telah menikah selama 10 tahun lamanya. Dari hasil pernikahan mereka telah dikaruniai seorang anak yang masih berusia 8 tahun. Namun, akhir bulan-bulan setelah 10 tahun pernikahan mereka, hubungan mereka mengalami suatu kemunduran yang tidak mereka harapkan.
Pada suatu malam, sewaktu mereka sedang menikmati santap malam bersama di rumah. Sang suami berkata kepada sang istri, “Malam ini aku ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kamu”. Kemudian sang istri menduga bahwa hal yang sangat penting yang akan dikatakan suami kepada dirinya pasti adalah sesuatu yang sangat negatif untuk perkawinan mereka. Lalu sang istri mencoba untuk bereaksi secara tenang, dia memejamkan mata untuk menahan kepedihan sendiri dan berkata. “Apa itu?”
Lalu sang suami menjawab sambil menikmati makan malamnya, “Saya ingin menceraikan kamu” Lalu sang istri mencoba untuk tetap kuat bertahan dan tidak bereaksi secara negatif. Dia terus menerus memejamkan mata dan tidak mampu untuk melanjutkan makam malamnya. Kemudian sang istri menanyakan balik ke suaminya. “Kenapa? Alasannya apa?”. Sang suami tetap diam dan tidak memberikan alasan apapun kepada istrinya, kemudian dia cepat-cepat menyelesaikan makan malamnya dan langsung masuk ke kamar tidur,
Sang suami berpikir, “Bagiamna mungkin saya memberikan alasan saya kepada istri saya, saya tidak tega memberitahunya bahwa saya mempunyai wanita lain di luar sana, biarlah alasan ini saya pendam”
Keesokan harinya, sang suami memberikan satu draft rancangan penceraian kepada istrinya, Di dalam draft rancangan tersebtut ditulis bahwa sang istri boleh menguasai 30% saham perusahaannya, memperoleh rumah dan mobil. Kemudian sang istri membaca sebentar rancangan tersebut dan merobek-robeknya.
“Saya tidak membutuhkan semua ini”, ujar sang istri kepada suaminya.
Sang suami kaget dan berpikir bahwa pasti sang istri sudah shock. Dia menyadari bahwa kejadian ini pasti sangat berat untuk diterima oleh istrinya. Untuk menghindari pertengkaran yang lebih lanjut sang suami kemudian langsung pergi meninggalkan istrinya dan menuju ke kantor.
Malam harinya, sang suami tidak makan malam di rumah karena dia sudah kecapekan setelah seharian menghabiskan waktunya dengan pacar barunya. Sewaktu menuju kamar tidur, dia mendapatkan sang istri sedang duduk di atas meja sambil menulis sesuatu, kemudian dia langsung masuk ke kamar tidurnya dan tidak menghiraukan apa yang dilakukan oleh istrinya.
Keesokan paginya, sang istri menyodorkan sepucuk kertas hasil tulisannya semalaman kepada suaminya. Kemudian sang suami membacanya. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa sang istri akan menerima perceraiannya ini dengan dua syarat.
Syarat pertama menyebutkan bahwa perceraian ini akan terjadi setelah satu bulan kemudian karena anak mereka satu-satunya sedang ujian sehingga sang istri tidak ingin perceraian ini menggangu proses belajar anaknya. Dan syarat kedua adalah selama sebulan ini setiap hari sewaktu bangun tidur sang istri meminta kepada suaminya untuk mengandeng sang istri keluar dari kamar tidur menuju ke ruang tamu dengan cara yang sama persis pada waktu malam pertama pernikahan mereka.
Sang suami merasa sangat aneh dengan permintaan sang istri. Namun, sang suami tidak peduli apa yang dipikirkan oleh istrinya, dia merasa yang terpenting istrinya mau diceraikan, dia juga berpikir sangat beruntung sekali sang istri tidak mau 30% saham, rumah, dan mobilnya karena nantinya bisa diberikan kepada pacarnya.
Pada hariitu juga sang suami memamerkan surat rancangan sang istrinya kepada pacar barunya. dan pacar barunya tertawa genit melihat permintaan istrinya yang aneh itu.
Kemudain setelah permintaan sang istri disepakati oleh sang suami, di pagi harinya sewaktu mereka bangun tidur sang suami mengandeng sang istrinya keluar dari kamar tidur menuju ruang tamu dengan mesra sekali seperti pada hari pertama pernikahan mereka, sewaktu dia mengandeng istrinya masuk ke kamar tidur.
Di hari pertama itu, ada kecanggungan di antara mereka berdua. Anaknya kaget melihat hal yang luar biasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya dari arah belakang anaknya berteriak girang, “Aaa horee papa papa gandeng mama!!”. Kemudian secara spontan sang istri bilang kepada suaminya sambil memejamkan mata, “Jangan hiraukan dia, teruslah melangkah dan jangan katakan kepada dia bahwa kita akan bercerai” Sang suami sempat melirik kepada istrinya dan melihat ada butir-butir air mata yang menetes di kedua mata sang istrinya.
Pada hari kedua, rasa canggung di antara mereka mulai hilang. Sang suami sudah bisa mereasakan harumnya parfum sang istri dan dia menoleh ke istrinya dan dia terkejut melihat wajah istrinya yang terdapat keriput-keriputnya dan terlihat tua. Dia tersadar bahwa selama ini dia tidak pernah memperhatikan istrinya.
Pada hari ketiga, keduanya sudah merasa biasa dan rasa canggung di antara mereka sudah mulai hilang. Sewaktu sang suami mengandeng sang istri menuju ruang tamu, sang istri memberikan kepalanya bersandar di pundak sang suami dengan mesranya.
Pada suatu hari, sewaktu sang istri sibuk memilih gaun apa yang akan dipakai untuk keluar dari kamar, sang istri berkata. “Oh Semua gaunku sudah menjadi semakin besar” tiba-tiba suaminya menjadi tersentak dan menyadari bahwa sang istrinya kini menjadi semakin kurus dan melihat wajahnya menunjukkan seperti seseorang yang menderita hidupnya. Kemudian sang anak tiba-tiba masuk ke kamar mereka dan berkata “ Papa papa!! Ini waktunya papa gandeng mama lagi, ayo gandeng mama papa....” Kemudian sang istri memanggil sang anak dan mendekap sang anak dengan penuh rasa cinta kasih. Sang suami sempat melihat bahwa sang istri sempat meneteskan air mata lagi. Sang suami berpikir bahwa ini merupakan peristiwa terbeart bagi istrinya dan dia tidak sanggup menghadapi apa yang akan terjadi setelah 1 bulan ini.
Pada hari terakhir, sang suami menyadari bahwa sebenarnya dia masih cinta kepada istrinya. Permasalahan ini sebenarnya terjadi karena selama ini dia telah meninggalkan kebiasan-kebiasan bagus yang telah mereka bangun sebelumnya. Sehingga rasa cinta mereka terpendam oleh kebiasan baru yang lain di luar hidup mereka berdua.
Menyadari bahwa dia masih cinta kepada istrinya, setelah dia terakhir kali mengandeng istrinya keluar dari kamar menuju ruang tamu. Sang suami langsung menuju ke rumah pacarnya dan mengatakan secara tegas kepada pacarnya.
“Kita tidak jadi menikah, saya menyadari bahwa saya masih mencintai istri saya. Saya ingin tetap mempertahankan rumah tangga kami”
Mendengar ucapan sang suami tersebut, pacarnya yang genit itu marah dan ditamparnya. Akan tetapi tamparan itu tidak menghentikan niat dirinya untuk tetap mempertahan pernikahannya.
Kemudian dia bergegas meninggalkan pacarnya dan langsung menuju ke toko bunga untuk membeli bunga anggrek yang termahal untuk sang istri. Sewaktu membeli bunga tersebut, penjaga toko menyodorkan selembar kartu ucapan kepadanya. Lalu sang suami menulis di kartu tersebut.
Istriku tersayang,
Maafkan kesalahan saya sayang...
Seharusnya sejak hari pertama pernikahan kita, saya harus mengandeng kamu keluar dari kamar kita sampai maut memisahkan kita,
Mulai hari ini, saya berjanji setiap pagi saya akan mengandeng kamu, istriku tericnta, keluar dari kamar sampai maut memisahkan kita.
I LOVE U
Kemudian dia cepat-cepat pulang menuju ke rumahnya dengan hati yang bahagia. Dia masuk rumah, membuka pintu, naik ke loteng dan membuka kamar mereka.
Dan...
Betapa terkejutnya dia ketika mendapatkan tubuh istrinya sudah terbujur kaku meninggal dunia di ranjang. Belakangan dia mengetahui dari dokter bahwa istrinya sedang mengalami kanker stadium terakhir dan istrinya sudah mengetahui bahwa sebulan lagi dia akan meninggal dunia. Kemudian sang suami menyadari itulah alasannya kenapa sang istri tidak mau harta kekayaanya.
Dia pun menagis atas kepedihan hatinya dan menyadari betapa mulianya hati sang istri, sang istri sudah tahu bahwa satu bulan lagi dia akan meninggal dan memberikan syarat perceraian dengan cara satu bulan penuh sang suami harus mengandeng dia keluar dari kamar tidurnya seperti pada waktu malam pertama pernikahan mereka supaya memberikan citra yang postif bagi sang suami kepada anaknya.
Coba anda bayangkan kalau perceraian itu terjadi dan sang anak ikut mamanya, dan mendapatkan mamanya meninggal dunia. Apa yang akan sang anak pikirkan kepada ayahnya? Sang anak ini akan berpikir bahwa ayahnya adalah orang yang paling jahat di seluruh dunia. Sehingga sang suami menyadari dan menyesal bahwa kesempatan dia untuk mengatakan cinta kepada istrinya hilang sama sekali.
OLeh karena itu, selama kita masih memiliki kesempatan dan peluang untuk berbuat baik marilah kita untuk melakukan suatu kebaikan ataupun mengungkapkan rasa cinta kita kepada orang yang kita cintai, sebelum kesempatan tersebut hilang dari diri kita
Kisah ini terjadi pada sepasang suami istri yang telah menikah selama 10 tahun lamanya. Dari hasil pernikahan mereka telah dikaruniai seorang anak yang masih berusia 8 tahun. Namun, akhir bulan-bulan setelah 10 tahun pernikahan mereka, hubungan mereka mengalami suatu kemunduran yang tidak mereka harapkan.
Pada suatu malam, sewaktu mereka sedang menikmati santap malam bersama di rumah. Sang suami berkata kepada sang istri, “Malam ini aku ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kamu”. Kemudian sang istri menduga bahwa hal yang sangat penting yang akan dikatakan suami kepada dirinya pasti adalah sesuatu yang sangat negatif untuk perkawinan mereka. Lalu sang istri mencoba untuk bereaksi secara tenang, dia memejamkan mata untuk menahan kepedihan sendiri dan berkata. “Apa itu?”
Lalu sang suami menjawab sambil menikmati makan malamnya, “Saya ingin menceraikan kamu” Lalu sang istri mencoba untuk tetap kuat bertahan dan tidak bereaksi secara negatif. Dia terus menerus memejamkan mata dan tidak mampu untuk melanjutkan makam malamnya. Kemudian sang istri menanyakan balik ke suaminya. “Kenapa? Alasannya apa?”. Sang suami tetap diam dan tidak memberikan alasan apapun kepada istrinya, kemudian dia cepat-cepat menyelesaikan makan malamnya dan langsung masuk ke kamar tidur,
Sang suami berpikir, “Bagiamna mungkin saya memberikan alasan saya kepada istri saya, saya tidak tega memberitahunya bahwa saya mempunyai wanita lain di luar sana, biarlah alasan ini saya pendam”
Keesokan harinya, sang suami memberikan satu draft rancangan penceraian kepada istrinya, Di dalam draft rancangan tersebtut ditulis bahwa sang istri boleh menguasai 30% saham perusahaannya, memperoleh rumah dan mobil. Kemudian sang istri membaca sebentar rancangan tersebut dan merobek-robeknya.
“Saya tidak membutuhkan semua ini”, ujar sang istri kepada suaminya.
Sang suami kaget dan berpikir bahwa pasti sang istri sudah shock. Dia menyadari bahwa kejadian ini pasti sangat berat untuk diterima oleh istrinya. Untuk menghindari pertengkaran yang lebih lanjut sang suami kemudian langsung pergi meninggalkan istrinya dan menuju ke kantor.
Malam harinya, sang suami tidak makan malam di rumah karena dia sudah kecapekan setelah seharian menghabiskan waktunya dengan pacar barunya. Sewaktu menuju kamar tidur, dia mendapatkan sang istri sedang duduk di atas meja sambil menulis sesuatu, kemudian dia langsung masuk ke kamar tidurnya dan tidak menghiraukan apa yang dilakukan oleh istrinya.
Keesokan paginya, sang istri menyodorkan sepucuk kertas hasil tulisannya semalaman kepada suaminya. Kemudian sang suami membacanya. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa sang istri akan menerima perceraiannya ini dengan dua syarat.
Syarat pertama menyebutkan bahwa perceraian ini akan terjadi setelah satu bulan kemudian karena anak mereka satu-satunya sedang ujian sehingga sang istri tidak ingin perceraian ini menggangu proses belajar anaknya. Dan syarat kedua adalah selama sebulan ini setiap hari sewaktu bangun tidur sang istri meminta kepada suaminya untuk mengandeng sang istri keluar dari kamar tidur menuju ke ruang tamu dengan cara yang sama persis pada waktu malam pertama pernikahan mereka.
Sang suami merasa sangat aneh dengan permintaan sang istri. Namun, sang suami tidak peduli apa yang dipikirkan oleh istrinya, dia merasa yang terpenting istrinya mau diceraikan, dia juga berpikir sangat beruntung sekali sang istri tidak mau 30% saham, rumah, dan mobilnya karena nantinya bisa diberikan kepada pacarnya.
Pada hariitu juga sang suami memamerkan surat rancangan sang istrinya kepada pacar barunya. dan pacar barunya tertawa genit melihat permintaan istrinya yang aneh itu.
Kemudain setelah permintaan sang istri disepakati oleh sang suami, di pagi harinya sewaktu mereka bangun tidur sang suami mengandeng sang istrinya keluar dari kamar tidur menuju ruang tamu dengan mesra sekali seperti pada hari pertama pernikahan mereka, sewaktu dia mengandeng istrinya masuk ke kamar tidur.
Di hari pertama itu, ada kecanggungan di antara mereka berdua. Anaknya kaget melihat hal yang luar biasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya dari arah belakang anaknya berteriak girang, “Aaa horee papa papa gandeng mama!!”. Kemudian secara spontan sang istri bilang kepada suaminya sambil memejamkan mata, “Jangan hiraukan dia, teruslah melangkah dan jangan katakan kepada dia bahwa kita akan bercerai” Sang suami sempat melirik kepada istrinya dan melihat ada butir-butir air mata yang menetes di kedua mata sang istrinya.
Pada hari kedua, rasa canggung di antara mereka mulai hilang. Sang suami sudah bisa mereasakan harumnya parfum sang istri dan dia menoleh ke istrinya dan dia terkejut melihat wajah istrinya yang terdapat keriput-keriputnya dan terlihat tua. Dia tersadar bahwa selama ini dia tidak pernah memperhatikan istrinya.
Pada hari ketiga, keduanya sudah merasa biasa dan rasa canggung di antara mereka sudah mulai hilang. Sewaktu sang suami mengandeng sang istri menuju ruang tamu, sang istri memberikan kepalanya bersandar di pundak sang suami dengan mesranya.
Pada suatu hari, sewaktu sang istri sibuk memilih gaun apa yang akan dipakai untuk keluar dari kamar, sang istri berkata. “Oh Semua gaunku sudah menjadi semakin besar” tiba-tiba suaminya menjadi tersentak dan menyadari bahwa sang istrinya kini menjadi semakin kurus dan melihat wajahnya menunjukkan seperti seseorang yang menderita hidupnya. Kemudian sang anak tiba-tiba masuk ke kamar mereka dan berkata “ Papa papa!! Ini waktunya papa gandeng mama lagi, ayo gandeng mama papa....” Kemudian sang istri memanggil sang anak dan mendekap sang anak dengan penuh rasa cinta kasih. Sang suami sempat melihat bahwa sang istri sempat meneteskan air mata lagi. Sang suami berpikir bahwa ini merupakan peristiwa terbeart bagi istrinya dan dia tidak sanggup menghadapi apa yang akan terjadi setelah 1 bulan ini.
Pada hari terakhir, sang suami menyadari bahwa sebenarnya dia masih cinta kepada istrinya. Permasalahan ini sebenarnya terjadi karena selama ini dia telah meninggalkan kebiasan-kebiasan bagus yang telah mereka bangun sebelumnya. Sehingga rasa cinta mereka terpendam oleh kebiasan baru yang lain di luar hidup mereka berdua.
Menyadari bahwa dia masih cinta kepada istrinya, setelah dia terakhir kali mengandeng istrinya keluar dari kamar menuju ruang tamu. Sang suami langsung menuju ke rumah pacarnya dan mengatakan secara tegas kepada pacarnya.
“Kita tidak jadi menikah, saya menyadari bahwa saya masih mencintai istri saya. Saya ingin tetap mempertahankan rumah tangga kami”
Mendengar ucapan sang suami tersebut, pacarnya yang genit itu marah dan ditamparnya. Akan tetapi tamparan itu tidak menghentikan niat dirinya untuk tetap mempertahan pernikahannya.
Kemudian dia bergegas meninggalkan pacarnya dan langsung menuju ke toko bunga untuk membeli bunga anggrek yang termahal untuk sang istri. Sewaktu membeli bunga tersebut, penjaga toko menyodorkan selembar kartu ucapan kepadanya. Lalu sang suami menulis di kartu tersebut.
Istriku tersayang,
Maafkan kesalahan saya sayang...
Seharusnya sejak hari pertama pernikahan kita, saya harus mengandeng kamu keluar dari kamar kita sampai maut memisahkan kita,
Mulai hari ini, saya berjanji setiap pagi saya akan mengandeng kamu, istriku tericnta, keluar dari kamar sampai maut memisahkan kita.
I LOVE U
Kemudian dia cepat-cepat pulang menuju ke rumahnya dengan hati yang bahagia. Dia masuk rumah, membuka pintu, naik ke loteng dan membuka kamar mereka.
Dan...
Betapa terkejutnya dia ketika mendapatkan tubuh istrinya sudah terbujur kaku meninggal dunia di ranjang. Belakangan dia mengetahui dari dokter bahwa istrinya sedang mengalami kanker stadium terakhir dan istrinya sudah mengetahui bahwa sebulan lagi dia akan meninggal dunia. Kemudian sang suami menyadari itulah alasannya kenapa sang istri tidak mau harta kekayaanya.
Dia pun menagis atas kepedihan hatinya dan menyadari betapa mulianya hati sang istri, sang istri sudah tahu bahwa satu bulan lagi dia akan meninggal dan memberikan syarat perceraian dengan cara satu bulan penuh sang suami harus mengandeng dia keluar dari kamar tidurnya seperti pada waktu malam pertama pernikahan mereka supaya memberikan citra yang postif bagi sang suami kepada anaknya.
Coba anda bayangkan kalau perceraian itu terjadi dan sang anak ikut mamanya, dan mendapatkan mamanya meninggal dunia. Apa yang akan sang anak pikirkan kepada ayahnya? Sang anak ini akan berpikir bahwa ayahnya adalah orang yang paling jahat di seluruh dunia. Sehingga sang suami menyadari dan menyesal bahwa kesempatan dia untuk mengatakan cinta kepada istrinya hilang sama sekali.
OLeh karena itu, selama kita masih memiliki kesempatan dan peluang untuk berbuat baik marilah kita untuk melakukan suatu kebaikan ataupun mengungkapkan rasa cinta kita kepada orang yang kita cintai, sebelum kesempatan tersebut hilang dari diri kita
KISAH KASIH SEORANG AYAH
February 13, 2018
Ayah meninggal karena
kanker paru-paru stadium akhir saat saya berusia 6 tahun. Beliau juga
meninggalkan ibu dan adik saya yang masih berusia dua tahun. Sejak
saat itu kehidupan kami sehari-hari sangat sulit. Setiap hari ibu
bekerja membanting tulang di sawah hanya cukup menyelesaikan masalah
perut saja.
Saat saya berusia 9 tahun, ibu menikah dengan seorang pria dan menyuruh kami memanggilnya ayah. Pria tersebut adalah ayah tiri saya. Untuk selanjutnya dia yang menopang keluarga kami.
Dalam ingatan masa kecil, ayah tiri saya seorang yang sangat rajin, dia juga sangat menyayangi ibu.Pekerjaan apa saja dalam keluarga yang membutuhkan tenaganya akan dia lakukan, selamanya tidak membiarkan ibu untuk campur tangan.
Sehari-hari ayah tiri adalah orang yang pendiam. Usianya kira-kira empat puluhan lebih, berperawakan tinggi dan kurus, tetapi bersemangat. Dahinya hitam, memiliki sepasang tangan besar yang kasar, di wajahnya yang kecoklatan terdapat sepasang mata kecil yang cekung.
Ayah tiri saya mempunyai suatu kebiasaan, tidak peduli pergi kemana pun, diatas pinggangnya selalu terselip sebatang pipa rokok antik berwarna coklat kehitaman. Setiap ada waktu senggang dia selalu menghisap rokok menggunakan pipa itu. Sejak dulu saya tidak suka dengan perokok, oleh karenanya saya juluki dia dengan sebutan “setan perokok”.
Dalam ingatan saya, ayah tiri selalu tenang dalam menghadapi segala persoalan, tidak peduli besar kecilnya permasalahan selalu dihadapinya dengan santai. Namun hanya karena sebatang pipa rokok, ayah tiri telah memberikan saya sebuah tamparan yang sangat keras.
Teringat waktu itu ayah tiri baru saja menjadi anggota keluarga kurang lebih setengah tahun, suatu hari saya mencuri pipa rokoknya untuk saya sembunyikan. Hasilnya, ayah tiri selama beberapa hari merasa gelisah dan tak tenang, sepasang matanya merah laksana berdarah. Akhirnya karena saya diinterogasi dengan keras oleh ibu, dengan berat hati saya menyerahkan pipa rokok itu.
Ketika saya menyerahkan pipa itu kehadapan ayah tiri, dia menerimanya dengan tangan gemetaran dan tak lupa dia memberikan saya satu tamparan keras, kedua matanya berlinangan air mata.
Saya sangat ketakutan dan menangis, ibu menghampiri dan memeluk kepala saya lalu berkata, “Lain kali jangan pernah menyentuh pipa rokok itu, mengertikah kamu? Pipa itu adalah nyawanya!”
Setelah kejadian itu, pipa rokok itu menjadi penuh misteri bagiku. Saya berpikir, “Ada apa dengan pipa itu sehingga membuat ayah tiri bisa meneteskan air mata? Pasti ada sebuah kisah tentangnya.”
Mungkin tamparan itu telah menyebabkan dendam terhadap ayah tiri, tidak peduli bagaimanapun jerih payah pengorbanannya, saya tidak pernah menjadi terharu. Sejak usia belia, saya selalu berpendapat ayah tiri sama jahatnya seperti ibu tiri dalam dongeng Puteri Salju. Sikap saya terhadap ayah tiri sangat dingin, acuh tidak acuh, lebih-lebih jangan harap menyuruh saya memanggil dia “ayah”.
Tapi ada sebuah peristiwa yang membuat saya mulai ada sedikit kesan baik terhadap ayah tiri.
Suatu hari ketika saya baru pulang dari sekolah, begitu masuk rumah segera melihat kedua tangan ibu memegangi perut sambil berteriak kesakitan. Ibu bergulung-gulung di ranjang, butiran besar keringat dingin bercucuran di wajahnya yang pucat.
Celaka! Penyakit maag ibu kambuh lagi! Saya dan adik menangis mencari ayah tiri yang bekerja disawah. Mendengar penuturan kami, dia segera membuang cangkul ditangannya, sandal pun tak sempat dia pakai. Sesampai dirumah tanpa berkata apapun segera mengendong ibu kerumah sakit seperti orang sedang kesurupan. Ketika ibu dan ayah tiri kembali kerumah, hari sudah larut malam, ibu kelelahan tertidur pulas diatas pundak ayah tiri.
Melihat kami berdua, ayah tiri dengan nafas tersengal-sengal, tertawa dan berkata kepada kami, “Beres, sudah tidak ada masalah. Kalian pergilah tidur, besok masih harus bersekolah!” Saya melihat butiran keringat sebesar kacang berjatuhan bagai butiran mutiara yang terburai, jatuh pada sepasang kaki besarnya yang penuh tanah.
Kesengsaraan yang saya alami dimasa kecil, membuat saya memahami penderitaan seorang petani. Saya menumpahkan segala harapan saya pada ujian masuk ke Universitas. Tetapi pertama kali mengikuti ujian, saya mengalami kegagalan.
“Bu, saya sangat ingin mengulang satu tahun lagi,” pinta saya pada ibu.
“Nak, kamu tahu sendiri keadaan ekonomi kita, adikmu juga masih sekolah di SMA, kesehatan ibu juga tidak baik, pengeluaran dalam keluarga semua menggantungkan ayahmu. Lihatlah sendiri ada berapa gelintir orang di desa ini yang mengenyam pendidikan SMA? Ibu berpendapat kamu pulang kerumah untuk membantu ayahmu!”
Tetapi saya sudah menetapkan niat, bersikap teguh tidak mau mengalah. Saat itu ayah tiri tidak mengatakan apa-apa, dia duduk dihalaman luar menghisap rokok dengan pipa kesayangannya. Saya tak tahu didalam benaknya sedang memikirkan apa.
Keesokan harinya ibu berkata kepada saya, “Ayah setuju kamu menuntut ilmu lagi selama satu tahun, giatlah belajar!”
Ayah tiri menjadi orang yang pertama kali menerima dan membaca surat penerimaan mahasiswa saya. “Bu, anakmu diterima diperguruan tinggi!” teriaknya.
Saya dan ibu berlari keluar dari dapur. Ibu melihat dan membolak-balik surat panggilan itu meski satu huruf pun dia tidak mengenalinya. Tetapi kegembiraan itu tersirat dari tingkah lakunya. Malam itu tak tahu mengapa ayah tiri sangat gembira hingga bicaranya juga banyak.
Saya mengambil botol arak dimeja makan dan dengan sikap sangat hormat menuangkan arak itu satu gelas penuh untuk ayah tiri. Hitung-hitung sebagai rasa terima kasih atas jerih payahnya selama satu tahun! Dengan takjub ayah tiri memandang kearah saya, wajahnya penuh dengan kegembiraan. Sekali mengangkat gelas dan meneguk habis, mulutnya tak henti-hentinya berkata, “Patut, sangat patut sekali!”
Tetapi untuk selanjutnya biaya uang sekolah perguruan tinggi sejumlah 4.000 yuan itu membuat keluarga cemas. Ibu mengeluarkan segenap uang tabungannya serta menjual dan meminjam kesana kemari, tetap masih kurang 500 yuan.
Bagaimana ini? Kuliah akan dimulai satu hari lagi. Saat makan malam, hidangan diatas meja tidak ada seorang pun yang menyentuhnya. Ibu menghela napas panjang sedangkan ayah tiri berada disampingnya sambil merokok, sibuk memperbaiki alat tani ditangannya, saya tidak tahu mengapa hatinya begitu tenang? Suara napas ibu membuat hati saya hancur luluh lantak.
“Sudahlah saya tidak mau kuliah! Apa kalian puas?” Saya berdiri dengan gusar, dan bergegas masuk kamar, merebahkan diri di ranjang lalu mulai menangis…….. Saat itu saya merasakan ada satu tangan besar yang keras menepuk-nepuk pundak saya, “Sudah dewasa masih menangis, besok ayah pergi berusaha, kamu pasti bisa kuliah.”
Malam itu ayah membawa pipa rokoknya, menghisap seorang diri dihalaman rumah hingga larut malam, percikan api rokok yang sekejap terang dan gelap menyinari wajahnya yang banyak mengalami pahit getir kehidupan. Dia memincingkan sepasang mata, raut wajahnya menyembunyikan perasaan dan sangat berat. Kepulan asap rokok dengan ringan menyebar didepan matanya, mengaburkan pandangan, tiada seorang pun tahu apa yang sedang dia pikirkan, tetapi yang pasti dalam hatinya tidak tenang.
Keesokan hari ibu memberitahu saya bahwa ayah tiri pergi ke kabupaten. “Pergi untuk apa?” Percikan bunga api dari harapan hati saya tersirat keluar.
“Dia bilang pergi kekota mencari teman menanyakan apakah bisa pinjami uang.”
“Apa usaha temannya?” Ibu menggelengkan kepala, mulutnya bergumam, “Tidak tahu.”
Hari itu saya menunggu didepan desa, memandang kearah jalan kecil yang berkelok-kelok. Untuk kali pertama perasaan hati saya ada semacam dorongan ingin bertemu ayah tiri, dan untuk kali pertama saya merasakan berharganya sosok ayah tiri dalam jiwa saya, masa depan saya tergantung pada dirinya.
Hingga malam saya baru melihat ayah tiri pulang. Saat saya melihat wajahnya yang penuh senyuman, hati saya yang selalu cemas, akhirnya bisa merasa lega. Ibu bergegas mengambil seember air hangat untuk merendam kakinya. “Celupkanlah kakimu, berjalan pulang pergi 40 kilometer perjalanan cukup membuat lelah.” Dengan lembut ibu berkata kepada ayah tiri.
Saya mengamati wajah ayah tiri dengan saksama, dan menemukan bahwa dia bukan lagi seorang pria yang masih kuat dan kekar seperti dulu. Wajahnya pucat pasi dan bibir membiru, dahinya hitam penuh dengan kerutan, rambut pendek serta tangan kurus bagaikan kayu bakar, penuh dengan tonjolan urat hijau.
Memang benar, ayah tiri sudah tua. Dengan hati-hati ibu melepaskan sepasang sepatunya yang hampir rusak. Dibawah sinar temaram lampu neon, terlihat sebuah benjolan darah besar yang sudah membiru masuk dalam pandangan saya, tak tertahankan hati saya merasa bersedih, air mata saya diam-diam menetes keluar……..
Keesokan hari ketika saya berangkat kuliah, ayah tiri mengatakan dia tidak enak badan, diluar dugaan dia tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dalam perjalanan mengantar saya kuliah ibu berkata, “Nak, kamu sudah dewasa, diluar sana semuanya tergantung pada diri sendiri. Sebenarnya ayah tirimu itu sangat menyayangimu, dia sangat mengharapkanmu memanggilnya ayah! Tetapi kamu……”
Suara ibu sesenggukan, saya menggigit bibir dengan suara lirih berkata, “Lain kali saja, Bu!”
Setiap kali membayar uang kuliah, ayah tiri pasti pergi ke kota untuk meminjam uang. Ketika liburan musim dingin dan panas tiba, saya jarang berbicara dengan ayah tiri dirumah, dia sendiri juga jarang menanyakan keadaan saya. Tetapi kegembiraan ayah tiri bisa dirasakan setiap orang.
Setiap kali kembali ketempat kuliah, ayah tiri pasti akan mengantar sampai ketempat yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan dia kebanyakan hanya menghisap pipa rokoknya. Semua kata-kata yang ingin saya utarakan kepadanya tidak tahu harus dimulai dari mana.
Sebenarnya dalam hati kecil sejak dulu sudah menerimanya seperti ayah kandung, cinta kasih kadang kala sangat sulit untuk diutarakan! Dengan demikian saya selalu tidak bisa merealisasikan janji saya terhadap ibu.
Pada liburan tahun baru, rumah terkesan ramai sekali. Saat itu saya sudah kuliah di semester-6. Adik meminta saya bercerita tentang hal-hal menarik di kota, ayah tiri duduk dibelakang ibu, sibuk mengeluarkan abu tembakau setelah itu memasukkan tembakau kedalam pipa, wajahnya penuh dengan senyum kebahagiaan. Saya bercerita tentang keadaan kota, adik membelalakkan mata dengan penuh rasa ingin tahu.
“Ah, teman sekelas kakak kebanyakan sudah mempunyai ponsel dan laptop, sedangkan kakak sebuah arloji pun tidak punya.......” Pada akhirnya saya mengeluh dengan nada bergumam. Saat itu saya melihat wajah ayah tiri sedikit tegang, segera ada perasaan menyesal telah mengucapkan perkataan itu.
Saat liburan usai saya harus meninggalkan rumah kembali kuliah. Seperti biasa ayah tiri mengantar kepergian saya. Sepanjang perjalanan beberapa kali ayah tiri memanggil saya, tetapi ketika saya menanggapi, dia membatalkan berbicara, sepertinya mempunyai beban pikiran yang sangat berat. Saya sangat berharap ayah tiri bisa memulai topik pembicaraan, agar bisa berkomunikasi baik dengannya, namun saya selalu kecewa.
Ketika berpisah, ayah tiri berkata dengan kaku, “Saya tidak mempunyai kepandaian apa-apa, tidak bisa membuat hidup kalian bahagia, saya sangat menyesalinya. Jika engkau sukses kelak, harus berbakti pada ibumu, biarkan dia bisa menikmati hari tua dengan bahagia…” Saya menerima koper baju yang disodorkannya.
Tiba-tiba saya melihat sepasang matanya berkaca-kaca. Hati saya menjadi trenyuh, mendadak merasakan ada semacam dorongan hati yang ingin memanggilnya “Ayah”, tetapi kata yang telah mengendap lama ini akan terlontar dari mulut, mendadak tertelan kembali.
Ketika saya telah berjalan jauh, saya lihat ayah tiri masih berdiri ditempat itu sama sekali tak bergerak, bagaikan patung. Dalam hati saya berjanji: ketika pulang nanti, saya pasti akan memanggilnya “Ayah”. Namun kesempatan itu tak pernah saya dapatkan lagi. Saya tak mengira perpisahan kali ini untuk selamanya.
Dua bulan setelah itu saya mendapat kabar bahwa ayah tiri meninggal dunia. Bagaikan halilintar di siang bolong, benak saya menjadi kosong, serasa dunia ini sudah tiada lagi. Saya pulang dengan perasaan linglung, yang menyambut saya dirumah adalah pipa rokok berwarna coklat kehitaman yang tergantung di tembok.
“Satu-satunya hal yang paling disesali ayah adalah tidak seharusnya menamparmu, setiap kali mengantarmu kembali ke kampus, dia sangat ingin meminta maaf, tetapi ucapan itu selalu tak bisa keluar dari mulutnya. Sebenarnya masalah itu tidak bisa menyalahkan dirinya, kamu tidak tahu betapa sengsara hatinya, pipa itu adalah kesedihan seumur hidupnya!” Dengan hati pedih ibu bercerita.
Melihat benda peninggalan itu teringat pemiliknya, dengan hati-hati saya ambil pipa yang tergantung di tembok itu, pandangan mata saya kabur karena air mata, merasakan kesedihan yang menusuk hati. Ibu juga tergerak hatinya, dia lalu bercerita tentang misteri pipa rokok itu…
Tiga puluh tahun lalu, ayah tiri hidup saling bergantung dengan ayahnya. Ibu dengan ayah tiri adalah teman sepermainan sejak kanak-kanak. Setelah mereka tumbuh dewasa, mereka sudah tak terpisahkan lagi. Tetapi jalinan kasih mereka mendapatkan tentangan keras kakek, sebab keluarga ayah tiri terlalu miskin.
Karena ibu dan ayah tiri dengan tegas mempertahankan hubungan mereka, kakek terpaksa mengajukan sejumlah besar mas kawin kepada keluarga ayah tiri baru mau merestui pertunangan mereka.
Demi anak satu-satunya, ayah dari ayah tiri itu pergi bekerja di perusahaan penambangan batu bara. Malang tak dapat ditolak, terjadi kecelakaan di tambang itu. Dinding tambang runtuh dan menimbun sang ayah untuk selamanya. Barang peninggalan satu-satunya hanyalah pipa rokok kesayangannya semasa hidup.
Ayah tiri sangat sedih, seumur hidup orang yang paling dia hormati dan sayangi adalah ayahnya. Kemudian ayah tiri menyalahkan dirinya dan merasakan penyesalan yang mendalam hingga tak ingin hidup lagi.
Keesokan harinya dia diam-diam meninggalkan rumah dengan membawa pipa rokok itu, tak seorang pun tahu kemana perginya…
Dua tahun kemudian ayah tiri kembali lagi kekampung halamannya, tetapi ibu satu tahun sebelum ayah tiri kembali dipaksa untuk menikah dengan ayah kandung saya. Untuk selanjutnya ayah tiri tidak menikah, yang menemani hidupnya adalah sebatang pipa rokok yang tidak pernah lepas darinya.
Setelah ayah kandung saya meninggal, ayah tiri memberanikan diri menanggung segala tanggung jawab untuk menjaga ibu, saya dan adik. Sejak awal dia menolak mempunyai anak sendiri, dia berkata kami ini adalah anak kandungnya.
Selesai mendengarkan penuturan ibu, tak terasa wajah saya penuh dengan air mata. Sungguh tak menduga jika pipa rokok itu bukan hanya memiliki kisah berliku perjalanan cinta mereka, namun juga mengandung ingatan yang amat berat bagi seumur hidup ayah tiri!
“Ayah meninggal dunia karena pendarahan otak, sebelumnya dia sudah tidak bisa berbicara, hanya memandang Ibu dengan tangannya menunjuk ke arah kotak kayu. Ibu mengerti maksudnya hendak memberikan kotak kayu tersebut kepadamu. Didalam kotak itu terdapat beberapa lembar surat hutang, mungkin dia bermaksud menyuruhmu membayarkan hutangnya. Seumur hidupnya, dia tak ingin berhutang pada orang lain….”
Dengan sesenggukan saya menerima kotak kayu itu dan membukanya dengan perlahan. Ada delapan lembar kertas didalamnya. Saya membacanya dan terkejut bukan main, tubuh menjadi lemas terkulai diatas ranjang.
Ibu saya buta huruf, kertas-kertas yang ada dalam kotak itu bukan surat hutang seperti yang dikatakannya, melainkan tanda terima jual darah! Ayah tiri telah menjual darahnya! Kepala saya terasa pusing dan tangan saya lemas. Kotak kayu itu terjatuh, dari dalamnya menggelinding keluar sebuah alroji baru…
“Ayah! Ayah..” Berlutut didepan kuburan ayah tiri dengan air mata bercucuran, saya hanya bisa menepuk-nepuk onggokan tanah kuning yang ada dihadapan saya. Tetapi biar bagaimanapun saya berteriak-teriak, tetap tak akan memanggil kembali bayangannya.
Saat saya berusia 9 tahun, ibu menikah dengan seorang pria dan menyuruh kami memanggilnya ayah. Pria tersebut adalah ayah tiri saya. Untuk selanjutnya dia yang menopang keluarga kami.
Dalam ingatan masa kecil, ayah tiri saya seorang yang sangat rajin, dia juga sangat menyayangi ibu.Pekerjaan apa saja dalam keluarga yang membutuhkan tenaganya akan dia lakukan, selamanya tidak membiarkan ibu untuk campur tangan.
Sehari-hari ayah tiri adalah orang yang pendiam. Usianya kira-kira empat puluhan lebih, berperawakan tinggi dan kurus, tetapi bersemangat. Dahinya hitam, memiliki sepasang tangan besar yang kasar, di wajahnya yang kecoklatan terdapat sepasang mata kecil yang cekung.
Ayah tiri saya mempunyai suatu kebiasaan, tidak peduli pergi kemana pun, diatas pinggangnya selalu terselip sebatang pipa rokok antik berwarna coklat kehitaman. Setiap ada waktu senggang dia selalu menghisap rokok menggunakan pipa itu. Sejak dulu saya tidak suka dengan perokok, oleh karenanya saya juluki dia dengan sebutan “setan perokok”.
Dalam ingatan saya, ayah tiri selalu tenang dalam menghadapi segala persoalan, tidak peduli besar kecilnya permasalahan selalu dihadapinya dengan santai. Namun hanya karena sebatang pipa rokok, ayah tiri telah memberikan saya sebuah tamparan yang sangat keras.
Teringat waktu itu ayah tiri baru saja menjadi anggota keluarga kurang lebih setengah tahun, suatu hari saya mencuri pipa rokoknya untuk saya sembunyikan. Hasilnya, ayah tiri selama beberapa hari merasa gelisah dan tak tenang, sepasang matanya merah laksana berdarah. Akhirnya karena saya diinterogasi dengan keras oleh ibu, dengan berat hati saya menyerahkan pipa rokok itu.
Ketika saya menyerahkan pipa itu kehadapan ayah tiri, dia menerimanya dengan tangan gemetaran dan tak lupa dia memberikan saya satu tamparan keras, kedua matanya berlinangan air mata.
Saya sangat ketakutan dan menangis, ibu menghampiri dan memeluk kepala saya lalu berkata, “Lain kali jangan pernah menyentuh pipa rokok itu, mengertikah kamu? Pipa itu adalah nyawanya!”
Setelah kejadian itu, pipa rokok itu menjadi penuh misteri bagiku. Saya berpikir, “Ada apa dengan pipa itu sehingga membuat ayah tiri bisa meneteskan air mata? Pasti ada sebuah kisah tentangnya.”
Mungkin tamparan itu telah menyebabkan dendam terhadap ayah tiri, tidak peduli bagaimanapun jerih payah pengorbanannya, saya tidak pernah menjadi terharu. Sejak usia belia, saya selalu berpendapat ayah tiri sama jahatnya seperti ibu tiri dalam dongeng Puteri Salju. Sikap saya terhadap ayah tiri sangat dingin, acuh tidak acuh, lebih-lebih jangan harap menyuruh saya memanggil dia “ayah”.
Tapi ada sebuah peristiwa yang membuat saya mulai ada sedikit kesan baik terhadap ayah tiri.
Suatu hari ketika saya baru pulang dari sekolah, begitu masuk rumah segera melihat kedua tangan ibu memegangi perut sambil berteriak kesakitan. Ibu bergulung-gulung di ranjang, butiran besar keringat dingin bercucuran di wajahnya yang pucat.
Celaka! Penyakit maag ibu kambuh lagi! Saya dan adik menangis mencari ayah tiri yang bekerja disawah. Mendengar penuturan kami, dia segera membuang cangkul ditangannya, sandal pun tak sempat dia pakai. Sesampai dirumah tanpa berkata apapun segera mengendong ibu kerumah sakit seperti orang sedang kesurupan. Ketika ibu dan ayah tiri kembali kerumah, hari sudah larut malam, ibu kelelahan tertidur pulas diatas pundak ayah tiri.
Melihat kami berdua, ayah tiri dengan nafas tersengal-sengal, tertawa dan berkata kepada kami, “Beres, sudah tidak ada masalah. Kalian pergilah tidur, besok masih harus bersekolah!” Saya melihat butiran keringat sebesar kacang berjatuhan bagai butiran mutiara yang terburai, jatuh pada sepasang kaki besarnya yang penuh tanah.
Kesengsaraan yang saya alami dimasa kecil, membuat saya memahami penderitaan seorang petani. Saya menumpahkan segala harapan saya pada ujian masuk ke Universitas. Tetapi pertama kali mengikuti ujian, saya mengalami kegagalan.
“Bu, saya sangat ingin mengulang satu tahun lagi,” pinta saya pada ibu.
“Nak, kamu tahu sendiri keadaan ekonomi kita, adikmu juga masih sekolah di SMA, kesehatan ibu juga tidak baik, pengeluaran dalam keluarga semua menggantungkan ayahmu. Lihatlah sendiri ada berapa gelintir orang di desa ini yang mengenyam pendidikan SMA? Ibu berpendapat kamu pulang kerumah untuk membantu ayahmu!”
Tetapi saya sudah menetapkan niat, bersikap teguh tidak mau mengalah. Saat itu ayah tiri tidak mengatakan apa-apa, dia duduk dihalaman luar menghisap rokok dengan pipa kesayangannya. Saya tak tahu didalam benaknya sedang memikirkan apa.
Keesokan harinya ibu berkata kepada saya, “Ayah setuju kamu menuntut ilmu lagi selama satu tahun, giatlah belajar!”
Ayah tiri menjadi orang yang pertama kali menerima dan membaca surat penerimaan mahasiswa saya. “Bu, anakmu diterima diperguruan tinggi!” teriaknya.
Saya dan ibu berlari keluar dari dapur. Ibu melihat dan membolak-balik surat panggilan itu meski satu huruf pun dia tidak mengenalinya. Tetapi kegembiraan itu tersirat dari tingkah lakunya. Malam itu tak tahu mengapa ayah tiri sangat gembira hingga bicaranya juga banyak.
Saya mengambil botol arak dimeja makan dan dengan sikap sangat hormat menuangkan arak itu satu gelas penuh untuk ayah tiri. Hitung-hitung sebagai rasa terima kasih atas jerih payahnya selama satu tahun! Dengan takjub ayah tiri memandang kearah saya, wajahnya penuh dengan kegembiraan. Sekali mengangkat gelas dan meneguk habis, mulutnya tak henti-hentinya berkata, “Patut, sangat patut sekali!”
Tetapi untuk selanjutnya biaya uang sekolah perguruan tinggi sejumlah 4.000 yuan itu membuat keluarga cemas. Ibu mengeluarkan segenap uang tabungannya serta menjual dan meminjam kesana kemari, tetap masih kurang 500 yuan.
Bagaimana ini? Kuliah akan dimulai satu hari lagi. Saat makan malam, hidangan diatas meja tidak ada seorang pun yang menyentuhnya. Ibu menghela napas panjang sedangkan ayah tiri berada disampingnya sambil merokok, sibuk memperbaiki alat tani ditangannya, saya tidak tahu mengapa hatinya begitu tenang? Suara napas ibu membuat hati saya hancur luluh lantak.
“Sudahlah saya tidak mau kuliah! Apa kalian puas?” Saya berdiri dengan gusar, dan bergegas masuk kamar, merebahkan diri di ranjang lalu mulai menangis…….. Saat itu saya merasakan ada satu tangan besar yang keras menepuk-nepuk pundak saya, “Sudah dewasa masih menangis, besok ayah pergi berusaha, kamu pasti bisa kuliah.”
Malam itu ayah membawa pipa rokoknya, menghisap seorang diri dihalaman rumah hingga larut malam, percikan api rokok yang sekejap terang dan gelap menyinari wajahnya yang banyak mengalami pahit getir kehidupan. Dia memincingkan sepasang mata, raut wajahnya menyembunyikan perasaan dan sangat berat. Kepulan asap rokok dengan ringan menyebar didepan matanya, mengaburkan pandangan, tiada seorang pun tahu apa yang sedang dia pikirkan, tetapi yang pasti dalam hatinya tidak tenang.
Keesokan hari ibu memberitahu saya bahwa ayah tiri pergi ke kabupaten. “Pergi untuk apa?” Percikan bunga api dari harapan hati saya tersirat keluar.
“Dia bilang pergi kekota mencari teman menanyakan apakah bisa pinjami uang.”
“Apa usaha temannya?” Ibu menggelengkan kepala, mulutnya bergumam, “Tidak tahu.”
Hari itu saya menunggu didepan desa, memandang kearah jalan kecil yang berkelok-kelok. Untuk kali pertama perasaan hati saya ada semacam dorongan ingin bertemu ayah tiri, dan untuk kali pertama saya merasakan berharganya sosok ayah tiri dalam jiwa saya, masa depan saya tergantung pada dirinya.
Hingga malam saya baru melihat ayah tiri pulang. Saat saya melihat wajahnya yang penuh senyuman, hati saya yang selalu cemas, akhirnya bisa merasa lega. Ibu bergegas mengambil seember air hangat untuk merendam kakinya. “Celupkanlah kakimu, berjalan pulang pergi 40 kilometer perjalanan cukup membuat lelah.” Dengan lembut ibu berkata kepada ayah tiri.
Saya mengamati wajah ayah tiri dengan saksama, dan menemukan bahwa dia bukan lagi seorang pria yang masih kuat dan kekar seperti dulu. Wajahnya pucat pasi dan bibir membiru, dahinya hitam penuh dengan kerutan, rambut pendek serta tangan kurus bagaikan kayu bakar, penuh dengan tonjolan urat hijau.
Memang benar, ayah tiri sudah tua. Dengan hati-hati ibu melepaskan sepasang sepatunya yang hampir rusak. Dibawah sinar temaram lampu neon, terlihat sebuah benjolan darah besar yang sudah membiru masuk dalam pandangan saya, tak tertahankan hati saya merasa bersedih, air mata saya diam-diam menetes keluar……..
Keesokan hari ketika saya berangkat kuliah, ayah tiri mengatakan dia tidak enak badan, diluar dugaan dia tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dalam perjalanan mengantar saya kuliah ibu berkata, “Nak, kamu sudah dewasa, diluar sana semuanya tergantung pada diri sendiri. Sebenarnya ayah tirimu itu sangat menyayangimu, dia sangat mengharapkanmu memanggilnya ayah! Tetapi kamu……”
Suara ibu sesenggukan, saya menggigit bibir dengan suara lirih berkata, “Lain kali saja, Bu!”
Setiap kali membayar uang kuliah, ayah tiri pasti pergi ke kota untuk meminjam uang. Ketika liburan musim dingin dan panas tiba, saya jarang berbicara dengan ayah tiri dirumah, dia sendiri juga jarang menanyakan keadaan saya. Tetapi kegembiraan ayah tiri bisa dirasakan setiap orang.
Setiap kali kembali ketempat kuliah, ayah tiri pasti akan mengantar sampai ketempat yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan dia kebanyakan hanya menghisap pipa rokoknya. Semua kata-kata yang ingin saya utarakan kepadanya tidak tahu harus dimulai dari mana.
Sebenarnya dalam hati kecil sejak dulu sudah menerimanya seperti ayah kandung, cinta kasih kadang kala sangat sulit untuk diutarakan! Dengan demikian saya selalu tidak bisa merealisasikan janji saya terhadap ibu.
Pada liburan tahun baru, rumah terkesan ramai sekali. Saat itu saya sudah kuliah di semester-6. Adik meminta saya bercerita tentang hal-hal menarik di kota, ayah tiri duduk dibelakang ibu, sibuk mengeluarkan abu tembakau setelah itu memasukkan tembakau kedalam pipa, wajahnya penuh dengan senyum kebahagiaan. Saya bercerita tentang keadaan kota, adik membelalakkan mata dengan penuh rasa ingin tahu.
“Ah, teman sekelas kakak kebanyakan sudah mempunyai ponsel dan laptop, sedangkan kakak sebuah arloji pun tidak punya.......” Pada akhirnya saya mengeluh dengan nada bergumam. Saat itu saya melihat wajah ayah tiri sedikit tegang, segera ada perasaan menyesal telah mengucapkan perkataan itu.
Saat liburan usai saya harus meninggalkan rumah kembali kuliah. Seperti biasa ayah tiri mengantar kepergian saya. Sepanjang perjalanan beberapa kali ayah tiri memanggil saya, tetapi ketika saya menanggapi, dia membatalkan berbicara, sepertinya mempunyai beban pikiran yang sangat berat. Saya sangat berharap ayah tiri bisa memulai topik pembicaraan, agar bisa berkomunikasi baik dengannya, namun saya selalu kecewa.
Ketika berpisah, ayah tiri berkata dengan kaku, “Saya tidak mempunyai kepandaian apa-apa, tidak bisa membuat hidup kalian bahagia, saya sangat menyesalinya. Jika engkau sukses kelak, harus berbakti pada ibumu, biarkan dia bisa menikmati hari tua dengan bahagia…” Saya menerima koper baju yang disodorkannya.
Tiba-tiba saya melihat sepasang matanya berkaca-kaca. Hati saya menjadi trenyuh, mendadak merasakan ada semacam dorongan hati yang ingin memanggilnya “Ayah”, tetapi kata yang telah mengendap lama ini akan terlontar dari mulut, mendadak tertelan kembali.
Ketika saya telah berjalan jauh, saya lihat ayah tiri masih berdiri ditempat itu sama sekali tak bergerak, bagaikan patung. Dalam hati saya berjanji: ketika pulang nanti, saya pasti akan memanggilnya “Ayah”. Namun kesempatan itu tak pernah saya dapatkan lagi. Saya tak mengira perpisahan kali ini untuk selamanya.
Dua bulan setelah itu saya mendapat kabar bahwa ayah tiri meninggal dunia. Bagaikan halilintar di siang bolong, benak saya menjadi kosong, serasa dunia ini sudah tiada lagi. Saya pulang dengan perasaan linglung, yang menyambut saya dirumah adalah pipa rokok berwarna coklat kehitaman yang tergantung di tembok.
“Satu-satunya hal yang paling disesali ayah adalah tidak seharusnya menamparmu, setiap kali mengantarmu kembali ke kampus, dia sangat ingin meminta maaf, tetapi ucapan itu selalu tak bisa keluar dari mulutnya. Sebenarnya masalah itu tidak bisa menyalahkan dirinya, kamu tidak tahu betapa sengsara hatinya, pipa itu adalah kesedihan seumur hidupnya!” Dengan hati pedih ibu bercerita.
Melihat benda peninggalan itu teringat pemiliknya, dengan hati-hati saya ambil pipa yang tergantung di tembok itu, pandangan mata saya kabur karena air mata, merasakan kesedihan yang menusuk hati. Ibu juga tergerak hatinya, dia lalu bercerita tentang misteri pipa rokok itu…
Tiga puluh tahun lalu, ayah tiri hidup saling bergantung dengan ayahnya. Ibu dengan ayah tiri adalah teman sepermainan sejak kanak-kanak. Setelah mereka tumbuh dewasa, mereka sudah tak terpisahkan lagi. Tetapi jalinan kasih mereka mendapatkan tentangan keras kakek, sebab keluarga ayah tiri terlalu miskin.
Karena ibu dan ayah tiri dengan tegas mempertahankan hubungan mereka, kakek terpaksa mengajukan sejumlah besar mas kawin kepada keluarga ayah tiri baru mau merestui pertunangan mereka.
Demi anak satu-satunya, ayah dari ayah tiri itu pergi bekerja di perusahaan penambangan batu bara. Malang tak dapat ditolak, terjadi kecelakaan di tambang itu. Dinding tambang runtuh dan menimbun sang ayah untuk selamanya. Barang peninggalan satu-satunya hanyalah pipa rokok kesayangannya semasa hidup.
Ayah tiri sangat sedih, seumur hidup orang yang paling dia hormati dan sayangi adalah ayahnya. Kemudian ayah tiri menyalahkan dirinya dan merasakan penyesalan yang mendalam hingga tak ingin hidup lagi.
Keesokan harinya dia diam-diam meninggalkan rumah dengan membawa pipa rokok itu, tak seorang pun tahu kemana perginya…
Dua tahun kemudian ayah tiri kembali lagi kekampung halamannya, tetapi ibu satu tahun sebelum ayah tiri kembali dipaksa untuk menikah dengan ayah kandung saya. Untuk selanjutnya ayah tiri tidak menikah, yang menemani hidupnya adalah sebatang pipa rokok yang tidak pernah lepas darinya.
Setelah ayah kandung saya meninggal, ayah tiri memberanikan diri menanggung segala tanggung jawab untuk menjaga ibu, saya dan adik. Sejak awal dia menolak mempunyai anak sendiri, dia berkata kami ini adalah anak kandungnya.
Selesai mendengarkan penuturan ibu, tak terasa wajah saya penuh dengan air mata. Sungguh tak menduga jika pipa rokok itu bukan hanya memiliki kisah berliku perjalanan cinta mereka, namun juga mengandung ingatan yang amat berat bagi seumur hidup ayah tiri!
“Ayah meninggal dunia karena pendarahan otak, sebelumnya dia sudah tidak bisa berbicara, hanya memandang Ibu dengan tangannya menunjuk ke arah kotak kayu. Ibu mengerti maksudnya hendak memberikan kotak kayu tersebut kepadamu. Didalam kotak itu terdapat beberapa lembar surat hutang, mungkin dia bermaksud menyuruhmu membayarkan hutangnya. Seumur hidupnya, dia tak ingin berhutang pada orang lain….”
Dengan sesenggukan saya menerima kotak kayu itu dan membukanya dengan perlahan. Ada delapan lembar kertas didalamnya. Saya membacanya dan terkejut bukan main, tubuh menjadi lemas terkulai diatas ranjang.
Ibu saya buta huruf, kertas-kertas yang ada dalam kotak itu bukan surat hutang seperti yang dikatakannya, melainkan tanda terima jual darah! Ayah tiri telah menjual darahnya! Kepala saya terasa pusing dan tangan saya lemas. Kotak kayu itu terjatuh, dari dalamnya menggelinding keluar sebuah alroji baru…
“Ayah! Ayah..” Berlutut didepan kuburan ayah tiri dengan air mata bercucuran, saya hanya bisa menepuk-nepuk onggokan tanah kuning yang ada dihadapan saya. Tetapi biar bagaimanapun saya berteriak-teriak, tetap tak akan memanggil kembali bayangannya.
KEKUATAN CINTA KASIH
February 12, 2018
Cinta Kasih Yang Melenyapkan Rasa Benci dan Dendam
Kekuatan yang dahsyat di dunia adalah cinta kasih. Acap kali dampak kekuatannya sangat mempesona.
Orang yang berada dalam keadaan kurang menyenangkan memiliki kesempatan lebih besar untuk menyatakan cinta kasih dibandingkan orang yang hidupnya terbebas dari masalah. Barangkali inilah hukum kompensasi.
Saya pernah memimpin suatu kelas diskusi di Lembaga Pemasyarakatan San Quentin. Saya mencoba memberikan penyuluhan pada 75 napi bahwa cinta kasih lebih kuat daripada rasa membenci. Tidak seorang pun yang menyetujui saya. Salah seorang narapidana sangat gigih rasa antipatinya. Ia bernama Norman dan telah dipenjara selama tiga tahun. Istri dan dua anaknya tinggal di Seatle, dan selama itu dia belum pernah menerima sepucuk surat pun dari istrinya. Kerinduan yang mendalam berubah menjadi kebencian yang membara, bahkan ia merencanakan membunuh istrinya selepas masa hukumannya.
Ketika mendengarkan saya mengatakan bahwa cinta kasih demikian kuatnya sehingga mampu menembus ruang dan waktu, ia sungguh-sungguh terkejut dan menggerutu.
“Jika apa yang anda katakan itu benar, seharusnya anda dapat menunjukkan pada saya bagaimana agar mendapatkan sepucuk surat istri saya. Saya belum pernah mendapatkan berita dari dia sejak saya dipenjarakan di sini.”
Para napi lainnya menjadi diam hening, dan Norman menyeringai pahit. Saat itu saya yakin, bahwa pengajaran yang saya berikan kepada mereka harus benar-benar bermakna. Saya harus menerima tantangan ini. Bahkan saya dapat menarik keuntungan bahwa pokok pengajaran cinta kasih memang tidak ambruk bila dipraktekan.
“Perkenankan saya mengajukan satu permnitaan”, sela saya kemudian “Pernahkah di suatu saat anda dan istri merasa sangat serbabahagia, dan saling mencintai?”
Ekspresi Norman yang selalu diliputi rasa kebencian, sekonyong-konyong berubah
“Ya, beberapa tahun pertama keluarga kami sangat harmonis dan berbahagia.”
“Baik jika anda melakukan tepat seperti yang saya katakan, saya yakin anda akan menerima surat darinya. Selama dua minggu mendatang setiap pikiran anda harus dipusatkan kepada saat yang bahagia itu. Kapan pun anda memikirkan istri dan anak, harus dengan pikiran cinta. Singkirkan segala pikiran bencidan dendam.”
Dengan berat Norman menyetujui untuk melakukan eksperimen itu.
Dan ketika saya kembali lagi ke Lembaga Permasyarakatan dua minggukemudian, saya hampir tidak mengenali Norman yang dulu. Wajahnya penuh kedamaian, kerut-kerut amarahnya telah lenyap. Dia telah meneria surat dari istrinya.
Ia mencoba membaca di depan kelas, namun sangat terharu. Ia menyuruh saya membacakan untuknya, yang saya lakukan dengan sulit. Selesai saya bacakan saya ragu apakah ada mata yang kering, ta terkecuali saya. Saya masih dapat mengingat kata demi kata isi surat tersebut.
“Norman sayang”
“Aku harap engkau memaafkannku karena tidak menulis selama ini.
Suatu hal aneh terjadi beberapa hari yang lalu.
Aku terngat pada masa-masa bahagia kita berdua, dan aku diliputi perasaan cinta kepadamu. Anak-anak dan aku menginginkan engkau kembali dan kami menantikan kehadiranmu.”
saya juga menerima surat lain dari Don, seorang napi yang dibesarkan dalam lingkungan diliputi kebencian. Dia telah bebas beberapa tahun yang lalu dan membeli sebuah rumah bagi keluarganya. Dia menulis:
“Ketika saya kembali lagi kepada lingkungan lama dan mencoba membina hubungan, perubahan dirisaya menjadi jelas. Saya tidak dapat lagi berkawan dengan sekutu lama, kami bagakan orang yang tak saling mengenal. Mereka tetap ke jalan sesat dan saya kembali pada keluarga. Kebencian menyebabkan saya dipenjarakan, dan sirnanya kebencian memerdekan saya. Sekarang saya dapat melihat kebencian pada sebagian orang, seperti anda melihat saya pada beberapa tahun yang lalu di dalam dinding beku penjara Folsom. Anda benar, bahwa saya harus memaafkan setiap orang dan belajar mengasihi untuk mengatasi rasa kebencian.”
Kita memiliki iman, harapan, dan cinta kasih. Dan cinta kasih adalah yang terbesar dari antaranya.
Sumber:
Buku Menyelaraskan Pikiran dan Tindakan
Karya : Doug Hooper
Kekuatan yang dahsyat di dunia adalah cinta kasih. Acap kali dampak kekuatannya sangat mempesona.
Orang yang berada dalam keadaan kurang menyenangkan memiliki kesempatan lebih besar untuk menyatakan cinta kasih dibandingkan orang yang hidupnya terbebas dari masalah. Barangkali inilah hukum kompensasi.
Saya pernah memimpin suatu kelas diskusi di Lembaga Pemasyarakatan San Quentin. Saya mencoba memberikan penyuluhan pada 75 napi bahwa cinta kasih lebih kuat daripada rasa membenci. Tidak seorang pun yang menyetujui saya. Salah seorang narapidana sangat gigih rasa antipatinya. Ia bernama Norman dan telah dipenjara selama tiga tahun. Istri dan dua anaknya tinggal di Seatle, dan selama itu dia belum pernah menerima sepucuk surat pun dari istrinya. Kerinduan yang mendalam berubah menjadi kebencian yang membara, bahkan ia merencanakan membunuh istrinya selepas masa hukumannya.
Ketika mendengarkan saya mengatakan bahwa cinta kasih demikian kuatnya sehingga mampu menembus ruang dan waktu, ia sungguh-sungguh terkejut dan menggerutu.
“Jika apa yang anda katakan itu benar, seharusnya anda dapat menunjukkan pada saya bagaimana agar mendapatkan sepucuk surat istri saya. Saya belum pernah mendapatkan berita dari dia sejak saya dipenjarakan di sini.”
Para napi lainnya menjadi diam hening, dan Norman menyeringai pahit. Saat itu saya yakin, bahwa pengajaran yang saya berikan kepada mereka harus benar-benar bermakna. Saya harus menerima tantangan ini. Bahkan saya dapat menarik keuntungan bahwa pokok pengajaran cinta kasih memang tidak ambruk bila dipraktekan.
“Perkenankan saya mengajukan satu permnitaan”, sela saya kemudian “Pernahkah di suatu saat anda dan istri merasa sangat serbabahagia, dan saling mencintai?”
Ekspresi Norman yang selalu diliputi rasa kebencian, sekonyong-konyong berubah
“Ya, beberapa tahun pertama keluarga kami sangat harmonis dan berbahagia.”
“Baik jika anda melakukan tepat seperti yang saya katakan, saya yakin anda akan menerima surat darinya. Selama dua minggu mendatang setiap pikiran anda harus dipusatkan kepada saat yang bahagia itu. Kapan pun anda memikirkan istri dan anak, harus dengan pikiran cinta. Singkirkan segala pikiran bencidan dendam.”
Dengan berat Norman menyetujui untuk melakukan eksperimen itu.
Dan ketika saya kembali lagi ke Lembaga Permasyarakatan dua minggukemudian, saya hampir tidak mengenali Norman yang dulu. Wajahnya penuh kedamaian, kerut-kerut amarahnya telah lenyap. Dia telah meneria surat dari istrinya.
Ia mencoba membaca di depan kelas, namun sangat terharu. Ia menyuruh saya membacakan untuknya, yang saya lakukan dengan sulit. Selesai saya bacakan saya ragu apakah ada mata yang kering, ta terkecuali saya. Saya masih dapat mengingat kata demi kata isi surat tersebut.
“Norman sayang”
“Aku harap engkau memaafkannku karena tidak menulis selama ini.
Suatu hal aneh terjadi beberapa hari yang lalu.
Aku terngat pada masa-masa bahagia kita berdua, dan aku diliputi perasaan cinta kepadamu. Anak-anak dan aku menginginkan engkau kembali dan kami menantikan kehadiranmu.”
saya juga menerima surat lain dari Don, seorang napi yang dibesarkan dalam lingkungan diliputi kebencian. Dia telah bebas beberapa tahun yang lalu dan membeli sebuah rumah bagi keluarganya. Dia menulis:
“Ketika saya kembali lagi kepada lingkungan lama dan mencoba membina hubungan, perubahan dirisaya menjadi jelas. Saya tidak dapat lagi berkawan dengan sekutu lama, kami bagakan orang yang tak saling mengenal. Mereka tetap ke jalan sesat dan saya kembali pada keluarga. Kebencian menyebabkan saya dipenjarakan, dan sirnanya kebencian memerdekan saya. Sekarang saya dapat melihat kebencian pada sebagian orang, seperti anda melihat saya pada beberapa tahun yang lalu di dalam dinding beku penjara Folsom. Anda benar, bahwa saya harus memaafkan setiap orang dan belajar mengasihi untuk mengatasi rasa kebencian.”
Kita memiliki iman, harapan, dan cinta kasih. Dan cinta kasih adalah yang terbesar dari antaranya.
Sumber:
Buku Menyelaraskan Pikiran dan Tindakan
Karya : Doug Hooper
KISAH ANAK TELADAN
February 11, 2018Seorang anak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan “Perbuatan Luar Biasa”. Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan satu-satunya anak kecil yang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.
Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah, serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.
Sejak ia berusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.
Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.
Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.
Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan Papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui.
Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.
Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.
Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yang sakit sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya.
Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.
Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli.
Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi / suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu, ia nekat untuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah terampil dan ahli menyuntik.
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah?Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu."
Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir.
Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"
Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab,
"Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!"Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karena terharu. Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya?
Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, pasti semua akan membantunya.
Mungkin apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
Kisah di atas bukan saja mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman. Seorang anak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang berat selama 5 tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut menjadi sosok anak yang tangguh dan pantang menyerah.
Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak modern. Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan oleh orang tuanya. Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya, meskipun sang anak sudah mampu melakukannya.
I LOVE YOU MOM...
February 11, 2018
Di suatu kota hiduplah sepasang suami istri yang sudah menikah selama kurang lebih 20 tahun.
Pada suatu hari sang istri berkata kepada suaminya, “suamiku.. Saya mengetahui bahwa ada wanita lain yang mencintai kamu, saya tahu bahwa wanita ini pasti sangat ingin berduaan dengan kamu, untuk itu sempatkanlah waktu kamu untuk membuat wanita ini berbahagia..”
Sang suami seketika tersentak mendengar kata istrinya ini.
“Siapa wanita yang kamu maksud ini?” ujar suaminya kepada istrinya. Dengan tersenyum istrinya menjawab “ wanita yang kumaksud ini adalah mama kamu.”
Mendengar perkataan istrinya, dia terdiam sejenak dan mengingat-ingat sudah lebih dari 10 tahun ini, dirinya sudah jarang menengok mamanya yang tinggal sendirian di rumahnya dulu.
Dia menyadari bahwa selama ini waktunya dihabiskan untuk mengejar karier dan mngurusi keluarganya sehingga ia sama sekali tidak punya kesempatan untuk meluangkan waktu untuk mamanya.
Setelah mendengar usulan positif dari istrinya tersebut, malam itu juga sang suami segera menelepon mamanya
“Ma... mama nanti malam minggu ada waktu tidak Ma? Kalau mama ada waktu aku mau ajak mama makan malam berdua di restoran, hanya kita berdua saja Ma aku tidak ajak istri dan anak-anak” saya”
Mendengar kata anaknya itu. mamanya spontan kaget dan berpikir bahwa sudah lebih dari 10 tahun ini anaknya tidak memperhatikan dirinya sebaik ini. Kemudian mamanya bertanya kepada anaknya
“Kamu sehat kan nak?”
Rupanya mamanya ini curiga mendapat telepon mendadak demikian dari anaknya dan merasa khawatir ada kabar buruk yang terjadi terhadap anaknya.
Singkat cerita setelah sang anak menjelaskan maksudnya dengan baik akhirnya mamanya setuju untuk makan malam berdua di restoran.
Pada waktu malam minggunya, sang anak berangkat malam itu untuk menjemput mamanya untuk ke restoran.
Dalam perjalanan menuju rumah mamanya, sang anak merasa gugup dan jantungnya berdegup kencang kaena sudah lama sekali dia tidak pernah memberi rasa sayang dan perhatian kepada mamanya.
Pada saaat dia sudah sampai dan mau memarkir mobil di depan rumah mamanya, dia melihat mamanya sudah menunggu di depan pintu rumah dengan wajah berseri-seri.
Dia melihat mamanya malam itu berpenampilan sangat cantik dan anggun sekali dengan mengenakan gaun ulang tahun perkawinannya yang terakhir kali.
Dengan rasa canggung sang anak menghampiri mamanya.untuk mengajak mamanya untuk masuk ke mobil.
“Mari Ma.. kita masuk ke mobil dan kita segera berangkat.”
Kemudian mamanya berkata, “Kamu tahu enggak nak? mama cerita ke tetangga-tetangga bahwa malam ini anakku akan mengajakku makan malam berdua di restoran dan para tetangga tertarik sekali ingin mendengar cerita makan malam kita malam ini”
Kemudian mereka masuk ke mobil dan menuju ke restoran.
Pada saat mereka tiba di restoran dan keluar dari mobil sang mama meminta anaknya untuk mengandeng tangannya. Dengan penuh rasa cinta kasih anaknya mengandeng tangan mamanya masuk ke restaurant.
Kemudian mereka memilih tempat duduk yang sepi.
Sang anak kemudian membuka menu makanan dan membacakan menu makanan kepada mamanya.
”Ma.. mama mau pesan apa?” dia membaca menu makanan pelan-pelan sambil sesekali melihat wajah mamanya.,
mamanya memperhatikan dia sambil berkata lirih, “Kamu masih ingat tidak waktu dulu kamu kecil mama biasanya yang bacain menu makanan untuk kamu..”
Dengan cepat sang anak menjawab, “Oleh karena itu Ma.. biarlah kali ini saya yang membacakannya untuk mama. Ini kesempatan baik buat saya untuk membalas budi baik mama selama ini.”
Pada malam itu mereka melewati santap malam berdua dengan bercerita segala pengalaman yang mereka lalui selama 10 tahun terakhir.
Malam itu mereka lalui dengan perasaan bahagia.
Setelah santap makan malam itu sang anak mengantarkan mamanya pulang ke rumah.
Sewaktu hendak pamit pulang mamnya berkata kepada sang anak, “Nak.. mama ingin kita makan berdua lagi minggu depan tapi kali ini mama yang bayar, jadi kalau kamu mau malam minggu depan kita makan malam lagi ya?”
“Baik ma.. tentu saja saya mau, nanti malam minggu depan saya datang lagi ke rumah mama untuk jemput mama ya”, kata sang anak kepada mamanya.
“Ok tapi ingat mama nanti yang bayar”
Setelah itu sang anak pulang ke rumah dan sesampainya di rumah dia ditanyai istrinya, “Gimana nih makan malam hari ini?”
“Wah sangat menyenangkan sekali, saya dan mama tadi saling bercerita banyak tentang apa yang terjadi selama 10 tahun terakhir, sungguh malam yang luar biasa dan saya mersa sangat bahagia, terimakasih sayang untuk saran kamu ini.”
Hari demi hari pun berlalu, sebelum hari Sabtu dia mendapat kabar kalau mamanya meninggal dunia karena terkena serangan jantung.
Dengan cepat dia pulang dari kantor dan segera menuju ke rumah mamanya.
Sesampai di rumah mamanya, dia diberi informasi oleh dokter yang merawat mamanya selama ini bahwa mamanya sebenarnya sudah cukup lama mengidap penyakit jantung.
Mendengar perkataan dokter ini dia merasa semakin bersalah dan terpukul.
Betapa bodohnya dia, betapa egoisnya dia, dia tidak pernah memperhatikan kondisi mamanya, sampai tidak tahu kalau mamanya mengidap penyakit jantung.
Setelah mereka selesai mengurus proses kremasi mamanya, sang anak pergi ke rumah mamanya.
Sewaktu hendak merapikan benda-benda peninggalan mamanya, tiba-tiba secara tak sengaja sang anak menenemukan sepucuk amplop yang ditujukan kepadanya.
Dia pun membuka amplop tersebut dan mendapatkan isi dari amplop tersebut ternyata berisi bukti pembayaran dari restaurant dan sepucuk surat yang ditulis tangan oleh mamanya.
Isi surat tersebut adalah:
“Anakku tersayang...
Mama sudah membayar untuk santap makan malam kita berdua kemarin.
Mama tidak tahu apakah mama nanti masih bisa tetap hidup sampai Sabtu besok,
oleh karena itu kelak kalau mama tidak bisa bertahan hidup sampai hari Sabtu besok kamu ajaklah istrimu untuk makan malam berdua di restaurant.
Tahukah kamu mama merasa sangat bahagia sekali malam hari itu.
Mama sangat ingin sekali istrimu dapat merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang mama rasakan, untuk itu pakailah kesempatan ini untuk membahagiakan istrimu.”
Pada suatu hari sang istri berkata kepada suaminya, “suamiku.. Saya mengetahui bahwa ada wanita lain yang mencintai kamu, saya tahu bahwa wanita ini pasti sangat ingin berduaan dengan kamu, untuk itu sempatkanlah waktu kamu untuk membuat wanita ini berbahagia..”
Sang suami seketika tersentak mendengar kata istrinya ini.
“Siapa wanita yang kamu maksud ini?” ujar suaminya kepada istrinya. Dengan tersenyum istrinya menjawab “ wanita yang kumaksud ini adalah mama kamu.”
Mendengar perkataan istrinya, dia terdiam sejenak dan mengingat-ingat sudah lebih dari 10 tahun ini, dirinya sudah jarang menengok mamanya yang tinggal sendirian di rumahnya dulu.
Dia menyadari bahwa selama ini waktunya dihabiskan untuk mengejar karier dan mngurusi keluarganya sehingga ia sama sekali tidak punya kesempatan untuk meluangkan waktu untuk mamanya.
Setelah mendengar usulan positif dari istrinya tersebut, malam itu juga sang suami segera menelepon mamanya
“Ma... mama nanti malam minggu ada waktu tidak Ma? Kalau mama ada waktu aku mau ajak mama makan malam berdua di restoran, hanya kita berdua saja Ma aku tidak ajak istri dan anak-anak” saya”
Mendengar kata anaknya itu. mamanya spontan kaget dan berpikir bahwa sudah lebih dari 10 tahun ini anaknya tidak memperhatikan dirinya sebaik ini. Kemudian mamanya bertanya kepada anaknya
“Kamu sehat kan nak?”
Rupanya mamanya ini curiga mendapat telepon mendadak demikian dari anaknya dan merasa khawatir ada kabar buruk yang terjadi terhadap anaknya.
Singkat cerita setelah sang anak menjelaskan maksudnya dengan baik akhirnya mamanya setuju untuk makan malam berdua di restoran.
Pada waktu malam minggunya, sang anak berangkat malam itu untuk menjemput mamanya untuk ke restoran.
Dalam perjalanan menuju rumah mamanya, sang anak merasa gugup dan jantungnya berdegup kencang kaena sudah lama sekali dia tidak pernah memberi rasa sayang dan perhatian kepada mamanya.
Pada saaat dia sudah sampai dan mau memarkir mobil di depan rumah mamanya, dia melihat mamanya sudah menunggu di depan pintu rumah dengan wajah berseri-seri.
Dia melihat mamanya malam itu berpenampilan sangat cantik dan anggun sekali dengan mengenakan gaun ulang tahun perkawinannya yang terakhir kali.
Dengan rasa canggung sang anak menghampiri mamanya.untuk mengajak mamanya untuk masuk ke mobil.
“Mari Ma.. kita masuk ke mobil dan kita segera berangkat.”
Kemudian mamanya berkata, “Kamu tahu enggak nak? mama cerita ke tetangga-tetangga bahwa malam ini anakku akan mengajakku makan malam berdua di restoran dan para tetangga tertarik sekali ingin mendengar cerita makan malam kita malam ini”
Kemudian mereka masuk ke mobil dan menuju ke restoran.
Pada saat mereka tiba di restoran dan keluar dari mobil sang mama meminta anaknya untuk mengandeng tangannya. Dengan penuh rasa cinta kasih anaknya mengandeng tangan mamanya masuk ke restaurant.
Kemudian mereka memilih tempat duduk yang sepi.
Sang anak kemudian membuka menu makanan dan membacakan menu makanan kepada mamanya.
”Ma.. mama mau pesan apa?” dia membaca menu makanan pelan-pelan sambil sesekali melihat wajah mamanya.,
mamanya memperhatikan dia sambil berkata lirih, “Kamu masih ingat tidak waktu dulu kamu kecil mama biasanya yang bacain menu makanan untuk kamu..”
Dengan cepat sang anak menjawab, “Oleh karena itu Ma.. biarlah kali ini saya yang membacakannya untuk mama. Ini kesempatan baik buat saya untuk membalas budi baik mama selama ini.”
Pada malam itu mereka melewati santap malam berdua dengan bercerita segala pengalaman yang mereka lalui selama 10 tahun terakhir.
Malam itu mereka lalui dengan perasaan bahagia.
Setelah santap makan malam itu sang anak mengantarkan mamanya pulang ke rumah.
Sewaktu hendak pamit pulang mamnya berkata kepada sang anak, “Nak.. mama ingin kita makan berdua lagi minggu depan tapi kali ini mama yang bayar, jadi kalau kamu mau malam minggu depan kita makan malam lagi ya?”
“Baik ma.. tentu saja saya mau, nanti malam minggu depan saya datang lagi ke rumah mama untuk jemput mama ya”, kata sang anak kepada mamanya.
“Ok tapi ingat mama nanti yang bayar”
Setelah itu sang anak pulang ke rumah dan sesampainya di rumah dia ditanyai istrinya, “Gimana nih makan malam hari ini?”
“Wah sangat menyenangkan sekali, saya dan mama tadi saling bercerita banyak tentang apa yang terjadi selama 10 tahun terakhir, sungguh malam yang luar biasa dan saya mersa sangat bahagia, terimakasih sayang untuk saran kamu ini.”
Hari demi hari pun berlalu, sebelum hari Sabtu dia mendapat kabar kalau mamanya meninggal dunia karena terkena serangan jantung.
Dengan cepat dia pulang dari kantor dan segera menuju ke rumah mamanya.
Sesampai di rumah mamanya, dia diberi informasi oleh dokter yang merawat mamanya selama ini bahwa mamanya sebenarnya sudah cukup lama mengidap penyakit jantung.
Mendengar perkataan dokter ini dia merasa semakin bersalah dan terpukul.
Betapa bodohnya dia, betapa egoisnya dia, dia tidak pernah memperhatikan kondisi mamanya, sampai tidak tahu kalau mamanya mengidap penyakit jantung.
Setelah mereka selesai mengurus proses kremasi mamanya, sang anak pergi ke rumah mamanya.
Sewaktu hendak merapikan benda-benda peninggalan mamanya, tiba-tiba secara tak sengaja sang anak menenemukan sepucuk amplop yang ditujukan kepadanya.
Dia pun membuka amplop tersebut dan mendapatkan isi dari amplop tersebut ternyata berisi bukti pembayaran dari restaurant dan sepucuk surat yang ditulis tangan oleh mamanya.
Isi surat tersebut adalah:
“Anakku tersayang...
Mama sudah membayar untuk santap makan malam kita berdua kemarin.
Mama tidak tahu apakah mama nanti masih bisa tetap hidup sampai Sabtu besok,
oleh karena itu kelak kalau mama tidak bisa bertahan hidup sampai hari Sabtu besok kamu ajaklah istrimu untuk makan malam berdua di restaurant.
Tahukah kamu mama merasa sangat bahagia sekali malam hari itu.
Mama sangat ingin sekali istrimu dapat merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang mama rasakan, untuk itu pakailah kesempatan ini untuk membahagiakan istrimu.”